Mohon tunggu...
Pieter Sanga Lewar
Pieter Sanga Lewar Mohon Tunggu... Guru - Pasfoto resmi

Jenis kelamin laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Balada Manusia dan Bumi di Senja Temaram

1 April 2021   08:06 Diperbarui: 1 April 2021   08:16 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pieter Sanga Lewar

Seorang laki-laki tua berjalan menuju senja

disandangnya segumpal harapan

untuk menggapai demarkasi temaram

memasuki cakrawala  malam keabadian

Tak ada lagi kuk yang dipikulnya

karena ia telah berdamai dengan dirinya,

berdamai pula dengan sesamanya

Ia yang  sedang menggumamkan mazmur

tersentak langkahnya di depan batas senja

ketika disambar suara nan kilau

yang menyembur  dari nurani alam:

"Aku telah menciptakan  bumi ini

Bumi adalah tanah daratan 

yang menumbuhkan rerumput hijau,

tumbuhan berbiji,

pohon berbuah,

hutan belukar

Bumi adalah bejana ciptaan

yang melahirkan segala manusia

segala ternak,

segala  melata,

segala binatang 

segala burung

Bumi adalah air mengalir 

yang menghidupkan segala  tumbuh

yang menyegarkan  segala    napas

yang mencicipkan segala dahaga

yang mengeriapkan segala insang

 

Semuanya itu baik adanya di mata-Ku"

Laki-laki tua itu terdesak kaget

Terpaku mengunggah  tanya,

adakah salah yang telah aku lakukan?

Ia  ingin segera  melangkah

Sejengkal lagi mencapai batas senja

Namun belum sempat mengayun

suara itu menghentikannya lagi:

"Tengoklah dan lihatlah jejak kakimu!

Bacalah noda yang masih melekat!"

Laki-laki tua itu menatap gagap

tapak kakinya yang penuh bercak darah kering

mengeja dosanya yang tertinggal

mengukupkan dupa penyesalan:

"Ya, Allahu Akbar Yang Maharahim

Ampunilah hamba-Mu ini

yang telah rakus serakah

menggundulkan hutan-Mu di bukit

yang telah sadis garang

membakar rimba-Mu di lembah

yang telah menggelontorkan banjir  lumpur

menghanyutkan semua yang hidup

Oh, Yahwe Tuhanku Yang Mahakasih

Ampunilah  hamba-Mu ini

yang telah menodai sungai-Mu

dengan limbah kimia pabrikku

dengan tebaran sampah rumahku

dengan bau busuk tinja-tinjaku

Oh, Sang Hyang Widhi Yang Maha Esa

Ampunilah hamba-Mu ini

yang telah mengotori biru laut-Mu

dengan taburan  sampah plastik

dengan hamburan tumpahan minyak

dengan ribuan bisa tuba bom ikan

Oh,  Ad-Buddha Yang Mahakuasa

Ampunilah  hamba-Mu ini

yang telah mencemarkan jernih udara-Mu

dengan riuh asap kendaraan bermotor

dengan hitam pekat asap cerobong pabrik

dengan semburan asap kebakaran hutan

Oh, Huang Tian Yang Mahabijaksana

Ampunilah  hamba-Mu ini

yang telah meracuni tanah-Mu

dengan ratusan ton pupuk kimia

dengan ribuan liter pestisida

dengan jutaan  sampah di got-got kota"

Laki-laki tua itu terisak bangkit

setelah tapa sungkem bumi di Hadirat-Nya

setelah menghapus jejak noda tapaknya

Ia  mengayunkan kaki selangkah

melewati batas senja temaram

meraih gapura malam keabadian

dalam riang kemuliaan

diiringi kidung kebahagiaan:

"Ternyata, kebahagiaan itu  akan dipeluk erat

ketika manusia tidak hanya berdamai dengan diri sendiri,

ketika manuia tidak hanya berdamai dengan sesamanya,

tetapi, ketika manusia berdamai juga dengan seluruh isi bumi"

Wonosobo, Jumat, 19 Februari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun