Pendahuluan
Seorang penulis artikel, Benyamin Simbolon menuliskan "Uang adalah wujud yang nyata dari pembelanjaan kehidupan itu sendiri. Ada orang yang mengatakan bahwa uang itu adalah hidup yang sudah terkemas dalam paket yang mudah ditangani, disimpan dan dipakai." (https://bennyaminsimbolon.wordpress.com/2009/09/01/penatalayanan-uang/). Menurut saya pernyataan ini benar, sebab setelah kita bekerja, menghabiskan waktu, tenaga, dan buah pikiran kita maka berubahlah semua itu dalam bentuk uang (Ini terjadi apabila kita benar-benar bijaksana dalam mengatur hidup untuk mendapatkan uang itu. Lihat prinsip penatalayanan di bidang lainnya).
Jika kita setuju dengan logika di atas, maka kitapun dapat menyimpulkan bahwa, uang kita dapat mewakili hidup kita. Ini sejalan dengan pernyataan Paulus kepada jemaat Filipi dalam Surat Filipi 4:10 Â "10 Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu." Jadi kesempatan yang tidak dimiliki jemaat Filipi untuk memberitakan Injil telah digantikan dengan uang yang mereka kirimkan untuk mendukung pemberitaan Injil oleh Paulus.
 Dengan kata lain, ketika kita mempersembahkan uang kita kepada Allah, maka itu dapat mewakili hidup kita di hadapan-Nya. Apakah ini dapat berarti bahwa hidup pemberian Tuhan kepada kita dapat diganti atau dibalas dengan uang? Tentu tidak demikian. Tak seorangpun dapat mengganti pemberian Allah padanya, dengan cara apapun. Apalagi jika berbicara tentang pengorbanan Kristus di kayu salib itu. Sungguh tidak ada yang dapat kita lakukan untuk membalas itu. Namun di sini kita sedang berbicara tentang bagaimana seseorang mengatur milik Allah yang dipercayakan kepada kita.
Mengasilkan Uang
Dalam Kejadian 1:28 kita melihat bagaimana Allah memberikan perintah kepada manusia untuk mengelola bumi, itulah tugas mereka. Pekerjaan ini menjadi berat setelah manusia jatuh dalam dosa (Kej. 3:19). Penulis Amsal berkata,Â
6 Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: Â 7 biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, Â 8 ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen. Â 9 Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? Â 10 "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring" Â 11 maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata (Ams. 6:6-11).
Pauluspun dengan tegas berkata,
"10 Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. Â 11 Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna (2 Tes. 3:10-11).
Di sini kita melihat bahwa, bekerja dan menghasilkan sesuatu bukanlah hal yang dilarang oleh Tuhan. Malah setiap individu haruslah bekerja keras untuk mendapatkannya. Tetapi kitab Pengkhotbah mengingatkan kita agar tidak menjadi "penjaring angin di bawah matahari." Bagaimana ini dapat terjadi? Tatkala kita lupa diri dan melupakan sang Pemberi hidup. Sekarang, jika uang akhirnya menjadi tujuan utama, yang menguasai totalitas manusia, maka manusia itu telah menjadi "penjaring angin" itu
Menatalayani Uang