Mohon tunggu...
Pieter Sunkudon
Pieter Sunkudon Mohon Tunggu... Dosen - lecture, pastor, evangelist

berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penatalayanan Uang

2 Oktober 2019   00:23 Diperbarui: 2 Oktober 2019   00:43 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Paulus, dalam Filipi 4:11-13 berkata,

11 Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.  12 Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.  13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.

Setelah menerima kiriman uang dari jemaat Filipi, Paulus dalam ucapan terima kasihnya menegaskan bahwa, pemberian mereka telah membantunya dalam pemberitaan Injil, dan bertanggung jawab dengan setiap dana di tangannya telah menjadi pola hidupnya. Dia mengatur keuangannya agar dapat tepat guna, sehingga baik itu melimpah maupun pas-pasan, tetaplah cukup dan bersyukur.

Karena sifat "pelupanya" maka manusia harus selalu diingatkan bahwa, apa yang telah berhasil dikumpulkannya di dunia ini adalah milik Tuhan, yang harus digunakan sebaik mungkin demi kepentingan & kemuliaan-Nya. Manusia haruslah terus-menerus belajar untuk mengatur uangnya seperti yang dilakukan Paulus.

Bijaksana dalam mengatur keuangan dapat menghindarkan kita dari malapetaka. Salah satu petaka yang paling dekat adalah terlilit hutang. Berapa banyak kabar yang sudah kita dengar tentang hal ini? Bagaimana dampaknya terhadap kehidupan seseorang? Cukup mengerikan. Ada berita baru-baru ini, tentang seorang pendeta yang meninggal, bunuh diri karena tak sanggup menanggung beban psikologi, oleh sebab terlilit hutang. Memang kita tidak boleh terlalu cepat menjustifikasi kasus ini, dan berkata bahwa sang pendeta tidak bijaksana, sebab ada seribu satu alasan seseorang berhutang, namun ini tentu dapat menjadi pengingat yang keras bagi orang percaya tentang uang.

Melonggarkan Genggaman Terhadap Uang

Menyambung kisah sang pendeta di atas, ada sisi lain yang perlu untuk direnungkan, yakni, jika benar sang pendeta itu mengakhiri hidupnya karena terlilit hutang, di manakah keluarganya? Saudara-saudaranya seiman? Jemaat yang dilayaninya? Dimanakah rekan-rekan pelayanannya? Dimanakah mereka yang mengaku sebagai sesama keluarga Allah?

Inilah fakta yang dapat kita temui di mana-mana. Bahwa betapa akutnya sifat egois manusia itu. Setelah dianugerahi kesehatan untuk bekerja dan menghasilkan, seringkali mereka lupa kepada Sang Pemberi. Sekarang mereka terfokus kepada dirinya sendiri dan tak acuh terhadap kanan kiri.

Jadi kemalasan mungkin dapat menjadi penghambat seseorang melakukan tanggung jawab untuk bekerja dan menghasilkan uang, namun ujian yang paling besar di sini adalah bukan pada saat seseorang berusaha mengumpulkan uang dalam pundi-pundinya, tetapi setelah pundi-pundi itu terisi. Sebab sifat egois telah tertanam dalam diri manusia sejak lama. Bukan hanya ia hendak melebihi orang lain, lebih dari itu ia hendak melebihi Allah. Ini terjadi karena manusia telah menjadi sekutu Iblis sejak lama, padahal Iblis sendiri tidak pernah benar-benar menjadi sekutu manusia (Kej. 3).

Sifat egois ini membuat manusia seringkali kesulitan untuk menyadari bahwa segala sesuatu yang digenggamnya sesungguhnya adalah milik Tuhan. Dan di sinilah Tuhan menjadi geram kepada umat yang merengek-rengek dan berbantah dengan Tuhan, padahal mereka lupa diri. Fakta seperti ini dapat kita baca dalam Maleakhi 3:8-18.

Dalam teks Maleakhi 3:8-18, kita dapat melihat ada empat hal penting. Pertama, Orang Israel tidak membawa persepuluhan dan persembahan khusus. Dan mereka disebut sebagai "penipu." Kedua, ada kutuk yang disebabkan oleh kelalaian mereka. Ketiga, Tuhan menjanjikan berkat bagi mereka yang membawa persembahan-persembahan itu. Dan keempat, tujuan dari persembahan-persembahan itu adalah untuk pelayanan di Bait Allah, yang juga akan disalurkan kepada umat lain yang membutuhkan, sehingga pemerataan dapat terjadi. Disinilah guna sebuah persekutuan menjadi nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun