Negara kami merupakan negara kepulauan, sehingga lalu lintas antar propinsi maupun daerah melalui transportasi udara dan laut khususnya ke wilayah timur Indonesia. Kebanyakan untuk angkutan barang melalui transportasi laut. Selain itu ada kapal-kapal penumpang milik PT. PELNI yang melayani pelayaran ke daerah-daerah misalnya Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
[caption id="attachment_339274" align="aligncenter" width="300" caption="Kapal Penumpang (dok.pri)"][/caption]
Dalam pelayaran khususnya kapal penumpang milik PT. PELNI yang melayani pelayaran ke wilayah timur Indonesia mendapatkan kesulitan dengan membludaknya para penumpang yang menumpangi pelayaran tersebut. Kondisi ini terjadi jika liburan hari raya karena banyak masyarakat yang mudik ke kampung halamam dengan menumpangi kapal PELNI. Akibat dari membludaknya para penumpang sehingga mereka berlomba-lomba untuk mencari tempat tidur di atas kapal, ada yang dapat dan ada yang tidak dapat tempat tidur akhirnya dengan terpaksa mereka harus menggelar tikar di buritan kapal.
[caption id="attachment_339275" align="aligncenter" width="300" caption="Antrian Penumpang Mencari Tempat Tidur (dok.pri)"]
[caption id="attachment_339276" align="aligncenter" width="300" caption="Penumpang Yang Tidur di Burutan Kapal (dok.pri)"]
Dengan membludaknya para penumpang di kapal, maka jelas pula bahwa sampah pun akan membludak. Bila di hitung-hitung secara kasar satu orang penumpang menghasilkan 0,1 kg sampah bila dikalikan dengan total jumlah penumpang maka jumlah sampah jelas akan membludak. Pertanyaannya sekarang, sampah-sampah itu dibuang kemana? Apakah diuang ke laut atau setelah kapal sandar di pelabuhan baru bisa diturunkan ke truk-truk sampah?
[caption id="attachment_339278" align="alignright" width="300" caption="Sampah kapal (dok.pri)"]
[caption id="attachment_339279" align="alignleft" width="300" caption="Sampah dalam plastik (dok.pri)"]
Saya sempat ribut adu mulut dengan beberapa ABK (anak buah kapal) salah satu kapal yang melayani pelayaran ke wilayah timur Indonesia, karena saya melihat sendiri dengan mata kepala saya bahwa mereka membuang sampah ke laut. Setelah adu mulut dengan beberapa ABK saya kembali ke tempat dimana saya tinggalkan barang bawaanku untuk mengambil kamera, setela kamera ku ambil dan menuju dek 4 tempat dimana para ABK membuang sampah ke laut, tetapi mereka sudah pada kabur (pergi) dan pintu darurat tempat mereka buang sampah sudah ditutup kembali.
Karena kesal dengan tingkah ABK saya segera laporkan hal ini ke Satpam kapal dan juga Nakodha kapal, beberapa menit kemudian saya mendengar panggilan dari Informasi dek 5, panggilan tersebut di tujuhkan kepada mandor kebersihan kapal agar mengawasi anak buahnya supaya tidak membuang sampah ke laut.
Walaupun sudah ada teguran dari Nakhoda kapal, tapi saya masih sangsihkan kerja dari ABK. Ada slogan dilarang buang sampah ke laut, entah slogan ini untuk mengingatkan para penumpang, ABK atau semua yang ada di atas kapal? Di buritan kapal sebelah kiri dan kanan ada tempat-tempat sampah yang diletakkan untuk para penumpang membuang sampah, sampah-sampah ini dimasukkan ke dalam plastik sampah yang besar setelah itu akan diangkut oleh para ABK ke dek 4 dan diletakkan samping pintu darurat.
Hal ini perlu di awasi oleh Pemerintah Pusat khususnya yang membawahi kelautan, pelayaran dan lingkungan. Mengapa perlu di awasi? Karena di kapal tidak ada tempat khusus untuk menampung sampah, serta jarak pelayaran antar pelabuhan lumayan jauh sehingga mempunyai potensi besar untuk sampah-sampah ini dibuang ke laut. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus dan tidak ada pengawasan maka laut kita akan tercemar oleh sampah-sampah kapal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H