“Iya, kamu gak perlu turun dari tempat tidur Non, aku nunggu kamu kok.” Belum selesai kekagetan Noni karena kedatangannya yang tidak biasa, kini Ujang bersama Papanya sudah ada di tepi pintu kamar. Ujang mendekat menghampiri meja sebelah tempat tidur Noni dan menaruh secangkir coklat panas untuk Noni.
Semua saling menatap dan tersenyum penuh makna melihat ekspresi Noni yang kesal, senang tapi manja, ditambah aroma coklat yang begitu mampu membuat Noni merasa nyaman. “Aku mau leyeh-leyeh aja tapi sama Ujang.” Gumamnya pelan, seolah hanya bicara pada dirinya sendiri. “Boleh.” Sahut Tante Lady dan Om Subrata kompak, ternyata kamar Noni yang tidak begitu besar dan keheningan pagi itu membawa suara Noni yang lembut mampu tertangkap jelas ditelinga orang tuanya.
“Serius Om?” Spontan Ujang merasa kegirangan dengan ijin yang didengarnya itu. “I trust you.” Bisik Om Subrata tepat ditelinga Ujang sambil menepuk pundak Ujang dan meninggalkannya.
“Mama tinggal kalian dulu yah.” Meninggalkan anak gadisnya bersama dengan teman lelakinya di kamar, pagi hari, tentu bukan hal biasa dan lazim bagi keluarga itu, tapi Tante Lady kenal betul bahasa tubuh suaminya, Ia selalu percaya akan kebijakan suaminya, tanpa bertanya dan berargumen.
Usai menyeruput coklat panas buatan ujang, Noni kembali menyandarkan tubuhnya pada dinding yang merapat dengan tempat tidurnya, memberikan kode kepada Ujang untuk duduk disampingnya. Dengan nafas yang semakin berdengik, Noni menyadarkan kepalanya pada bahu Ujang. Udara yang dingin semakin meningkatkan frekuensi batuknya pagi ini. “Ada apa Jang?” Tanya Noni singkat tapi penuh makna sambil mengatur nafasnya yang semakin sesak.
“Nggak ada apa-apa Non, cuma mau lihat wajah kamu, cuma mau lihat kondisi kamu, cuma mau ada disamping kamu aja, gak apa kan?” tiba-tiba suara ujang terdengar bergetar dan diakhiri dengan dengusan nafas yang panjang.
“Gak apa kok Jang.”
Hening, hanya suara dengusan nafas yang berulang terdengar bersautan. “Kamu juga gak masalah kan Jang?” Lanjut Noni pelan sambil terus mengatur nafasnya yang sesak.
“Aku? Masalah? Kenapa Non?”
Air mata Noni menetes dan terjatuh membasahi bahu Ujang sebelum dia mampu berkata, Ujang ingin bereaksi menghapus air mata Gadisnya itu, tapi sepersekian detik ia mengurungkan niatnya, dia merelakan Noni untuk meluapkan emosinya, dengan menahan air mata yang sudah mulai ikut menumpuk, Ujang menelan ludah, seolah melonggarkan tenggorokannya.
“Kamu gak masalah kan kalau aku tinggal nanti? Kalau aku harus pergi lebih dulu dari kamu. Kalau aku harus…” Ucapan Noni terhenti, Ujang pun tetap berdiam, bukan karena ingin terus mendengarkan penjelasan Noni tapi karena Ujang harus mengontrol emosinya agar tidak membuat Noni semakin lemah dalam kondisinya.