Mohon tunggu...
Pierre Goretti
Pierre Goretti Mohon Tunggu... lainnya -

I'm living my truth without your lies… // usahakan tetap waras, berdamailah dan jadilah bahagia :)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Si Homo Lewat, Sahabat Tetap

30 Juni 2015   14:07 Diperbarui: 30 Juni 2015   15:27 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Saya manusia, lajang, gadis, tinggal di Ibu Kota dan ya saya perawan.

Pergaulan, umm bagi saya pergaulan saya sudah bebas, bebas memilih siapa saja yang bisa bermain dengan saya, bebas menentukan kemana saya menghabiskan waktu, bebas menikmati tempat berlibur kemana saya mau dan mampu. Bebas menggunakan atribut yang saya kenakan untuk bertemu. Tapi, bebas saya tidak membuat saya “Keblinger” kata orang-orang tua kebanyakan. Saya tidak merokok, saya tidak clubbing, saya tidak melakukan seks sebelum nikah. Salah kah itu semua? Tidak, bagi pro kamu, bagi saya itu semua hanya mengganggu kenyamanan hidup saya. Culun? Tidak gaul dan tidak wajar untuk anak jaman sekarang? Ya, bagi mereka anak muda pendukung kebebasan yang absurd tanpa batas, saya hanyalah manusia culun yang sedang menunjukkan kemunafikannya. Atau bahkan tidak sedikit yang bertemu dekat menuduh saya pencitraan dan tidak mungkin masih dalam keadaan “baik-baik saja.” Lucu ya? Ya itulah sifat-sifat sinis yang sudah berakar bagi sebagian banyak orang, tapi kamu, semoga tidak ya :). Berlibur, keluar kota, hanya sepasang, apa salahnya? Berpakaian terbuka dengan memamerkan ketiak dan kaki, apa salahnya? Akur dengan banyak lawan jenis, apa salahnya? Bagi kalian yang meragukan, mungkin saya salah karena terlihat “menggoda” dengan apa –pun itu saya tidak tahu karena bagi saya, pakaian saya selalu saya sesuaikan dengan hajat yang akan saya datangi.

Mungkin saya salah karena pergaulan kalian tidak sebebas saya? Kalian terkurung dalam dunia keharusan? Dimana untuk dikatakan gaul kalian harus clubbing setiap malam? Untuk mendapat pengakuan sebagai anak kekinian kalian harus merokok dalam bagian dari pergaulan? Untuk mendapat gelar teman kalian harus merogoh kocek dalam dari kantong siapapun? Untuk mendapat kesan lebih kalian harus berani menyalahi kesantunan dengan merogoh isi pakaian dari lawan jenis? Seterkurung itukah sampai tidak ada kemampuan kalian mengatakan tidak untuk hal yang memang tidak layak dijadikan simbol-simbol masa kini. Kasihan.”

Artikel itu terpampang di majalah dinding sebuah sekolah menengah atas yang dikenal dengan siswa-siswi kalangan atas yang sebagian besar terlihat sebagai pengikut paham hedonisme

Tidak perlu dirunut terlalu jauh, dua contoh sederhana yang sangat ringan dan nyata adalah ketika wabah selfie yang dikatakan sangat kekinian menimbulkan banyak gangguan bahkan sampai beberapa tempat wisata berani melarang pengambilan foto selfie melalui tongsis, karena mereka tahu ada keamanan dan kenyamanan yang terusik disitu, bagi penggila selfie? Itu hanya sebuah alasan dan tidak akan menimbulkan bahaya, nyatanya? Selain sifat pamer yang semakin berkembang didalam diri seseorang ada kematian yang akhirnya ditemukan juga disana. Begitu juga dengan salah satu benda yang mengindikasikan kekinian, gadget, ya ketika banyak pengembang ponsel pintar berburu kemenangan dalam menunjukkan kehebatan kemajuan teknologinya, ada banyak juga iklan-iklan sosial yang menyindir kesalahgunaan barang bermutu itu, ya, kehilangan waktu secara horizontal dengan lingkungan sekitarnya seperti pernah terdengar “mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.” Kematian? Tidak sedikit juga bisa kita dapat beritanya dari kegilaan gadget ini, pertengkaran? Dan percabulan tentunya. Salah barang-barang itu kah? Tidak, salah siapa? Salah manusia terkurung yang merasa harus mengikuti tren-tren yang tidak bernilai positif bahkan mengurangi kepekaan hati secara tidak langsung, menghalalkan semua hal yang bagi mereka bisa dijelaskan secara logika.

Logika, ya, ciptaan terbaik itu sering disalahgunakan pemiliknya, bagai sebuah bumerang bagi penciptaNya. Seingat saya yang tidak pandai ini, logika diciptakan salah satunya sebagai pembeda antara manusia dengan hewan. Ingat, pada awalnya. Manusia diciptakan lebih tinggi dari ciptaan lain dengan penyertaan logika sebagai bagian dari keutuhannya. Tapi logika itu dijadikan alasan untuk menyerang penciptanNya.

Menjadi Atheis, tidak percaya Tuhan tidak juga Dewa-Dewi lalu yang disembah siapa? Uang? Hahaha bercanda, bukan permasalahan siapa yang disembah atau dipuja-puji. Lalu manusia pertama diciptakan siapa? Dan jeng...jeng!!! Dengan keangkuhan penggunaan logika orang-orang hebat bermunculanlah teori-teori ilmu yang menjabarkan bagaimana manusia pertama dibentuk, walaupun akhirnya teori-teori tersebut hanyalah berakhir pada sebuah teori dan menjadi bagian dari ilmu yang harus diketahui.

Lalu inti tulisan ini dimana? Tidak ada sebenarnya, saya hanya sekedar mengisi waktu luang yang terhampar luas saat ini hahahaha. Alasan saya mencurahkan pemikiran saya disini adalah, kelucuan manusia-manusia yang merasa sangat masa kini dengan menyetujui dengan logika mereka sebuah hubungan yang menantang, ya homoseksual, dengan simbol pelangi dan cintanya.

Apa yang salah dengan cinta? Tidak ada, bagian terindah dalam hidup di dunia adalah cinta, dan perasaan itu tidaklah pernah tidak menyenangkan, anda pernah mengalaminya kan? Mengakui bahwa cinta itu indah? Pasti. Kalau merana bukan cinta yang salah tapi kamu yang salah menamai dia cinta.

Cinta tidak pernah salah, begitu sering dikumandangkan tentangnya. Cinta memang tidak terbatas pada apapun, termasuk diantaranya tidak harta, tidak tempat, tidak usia, tidak pula lawan jenis. Tidak terbatas pada lawan jenis? Ya, betul. Kamu mencintai Ayah dan Ibumu bukan? Tidak mungkin kalian bertiga memiliki 3 jenis kelamin yang berbeda toh, karena hanya dua yang pernah ada dan selalu ada, yang ketiga... pasti iblis, hahaha begitu candanya, siapa pihak ketiga selalu disebut setan / iblis, jadi lahir sebagai anak ketiga nista donk? Tidak, kamu urutan ketiga bukan sebagai pihak ketiga jadi kamu sebanding dengan yang lainnya. Jadi sebagai agent, broker, hakim, bla bla bla juga iblis dong? Lah yang ini juga bukan, kalian sebagai penengah, perantara, penolong jadi bukan golongannya, intinya, kelamin itu diciptakan hanya dua, bukan tiga, yang tiga mengada-ada tidak ada hubungannya dengan ketiga dalam hal lain xixixixixi.

Mendukung gerakan saling mencintai, benar adanya, tapi dengan pelangi-pelangi indah yang menuntut untuk dimaklumi itu, kok rasanya banyak sekali keindahan yang dinistakan ya? Cinta tidak pernah mengganggu, tidak merusak, tidak menyakiti, tidak menghancurkan dan tidak hal-hal buruk lainnya. Kamu homoseksual dan kamu merasa dunia kamu dengan pasangan kamu tidak mengakibatkan hal-hal buruk disekitarnya? Kamu salah, karena kodrat cinta yang baik, indah dan terpuji sudah kamu paksa melakukan hal menyimpang dengan menarik paksa dia berdiri sebagai pembela dibalik penyimpangan kalian.

Kalian berteori, kalian berkampanye dan kalian merasa dinomorduakan. Teori kalian hanyalah sebuah karangan pembelaan yang akan diiyakan oleh mereka yang memiliki kemampuan berpikir dibawah kalian, kampanye kalian hanyalah sebuah cara untuk memperkenalkan keberadaan kalian agar supaya manusia yang tidak perduli memaklumi dan mengamini cinta kalian, ingat, mereka yang tidak perduli yang mengamini, kami ummm... baiklah saya tidak bisa mengatasnamakan kalian yang lain, jadi saya yang perduli justru tidak akan mengamini keinginan indah kalian, kalian tidaklah nomor dua, kalian merasa nomor dua hanya karena kalian sadar, bahwa kalian berbeda, bukan perbedaan yang indah tapi justru perbedaan yang buruk, yang memang sudah ada sejak jaman dahulu tapi sudah dinyatakan juga dalam setiap ajaran agama bahwa keberadaan kalian tidaklah menyenangkan hati Tuhan kalian.

Saya lajang, saya trauma dengan pria dan saya menjadi homoseks? Tidak.

Kamu homoseks dan kamu teman saya? Ya, dan kita terus berteman. Kamu berharap saya mendukungmu atas nama cinta? Tidak, saya tidak mendukungmu justru atas nama cinta.

Kita tetap bertegur sapa? Ya, karena cinta tak terbatas pada penyimpangan kalau tidak mau disebut dosa, kamu sahabat saya dan kita sama-sama manusia ciptaanNya.

***

Noni mendenguskan nafas panjangnya, tersenyum sejenak, merasa puas menuliskan materi random yang ada di kepalanya. Menutup jendela lembar penulisan dan segera menghubungi sahabatnya yang kini berjauhan.

“Hei, sorry baru bisa balas, dari tadi gue lagi asik nulis cuy, hehehehe.”

“Oh ya? Nulis apaan lagi? Cinta-cinta lagi? Ciyeh yang lagi jatuh cinta...”

“Yups, as always, it’s all about love love and love. Nulis tentang lo cuy  :p”

“Oh really? May i see?”

“of course, just wait for a minute.”

Noni membuka jendela internet dan segera memposting tulisannya melalui blog miliknya. 

“Btw, pacar gw baru datang nih gw mau kencan dulu ya Non, nanti gw baca tulisan lo, bye...”

“Ok. Get well soon :p” Noni menutup pembicaraan, sebelum akhirnya menutup jendela chat dengan sahabatnya itu, sejenak tersenyum melihat Poto profil di akun tersebut, sepasang gadis muda yang sedang beradegan mesra bersama dengan senja yang meredup beromansa.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun