Oleh Astry Anjani Sekilas, rumah yang berukuran berkisar antara 9x12 meter persegi ini, terlihat seperti kebanyakan rumah penduduk lainnya. Yang membedakan adalah sebuah papan nama besar berbentuk dinding yang membujur ke jalan raya, terletak di tengah halaman depan. Satu lagi dicetak langsung ke dinding rumah bagian teras. Dari jauh akan terbaca dengan jelas ‘PONDOK MAOS GUYUB BEBENGAN BOJA’. Memasuki rumah yang beralamat di Jl. Raya Bebengan Boja Kendal Semarang 51381, saya benar-benar terkesima sekaligus takjub ketika mata ini dimanjakan dengan deretan buku yang berbaris rapi di rak yang berada di ruang utama. Dari buku yang berbahasa Jerman, Inggris, dan Indonesia, hingga novel-novel best seller lainnya. Poster-poster besar para penyair dunia terpajang memenuhi hampir seluruh dinding ruangan. Pada hari Minggu tanggal 29 April 2012, saya berkesempatan untuk menghadiri Parade Obrolan Sastra ke-5 yang diadakan oleh Komunitas Lereng Medini dan Milis Apresiasi Sastra (APSAS). Pada kesempatan kali ini, saya juga menerima buku antologi puisi ‘Jejak Mata Pena’ (Kemboja Mencari Warna) yang diserahkan langsung oleh Adi Toha, selaku editor dari Penerbit Abatasa. Tak menyiakan kesempatan, sebagai simbol launching saya menyerahkan sebuah buku kepada Sigit Susanto selaku pendiri dari Pondok Maos Guyub. Betapa ada sebersit angan yang membuncah ketika buku tersebut bisa bersanding dengan buku-buku para penulis dan penyair dunia. Rumah baca yang terletak di sebelah barat sekitar 200 meter dari pasar Boja berdiri sejak tahun 2007. Adalah Sigit Susanto, seorang penduduk asli Boja yang kini bermukim di Switzerland. Dengan sebuah kutipan favoritnya, “Jika aku menulis buku, kemungkinan tetanggaku tidak tahu dan membacanya. Tapi jika aku mendirikan pondok baca, anak tetangga, warga desa lain, orang lewat bisa mampir dan menikmatinya” ini, kemudian menjadikan rumah orang tuanya sebagai perpustakaan. Di setiap akhir pekan diadakan Reading Group yaitu pengajian novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang diasuh oleh Heri C Santosa dan Esther Mahanani selaku kordinator membaca novel The Old Man and The Sea karya Hemingway. Hingga kini telah mempunyai jaringan taman baca di Lebak dan Kediri yang berbasis Reading Group. SKETSA JEJAK Sigit Susanto adalah seorang yang berpenampilan sederhana dan ramah (bagaimana ramahnya, akan kita lanjutkan di catatan berikutnya ‘Bersastra dengan Alam’, bagaimana seorang Sigit Susanto menyapa setiap petani ketika melakukan perjalanan ke Lereng Medini). Berperawakan sedang dan rambut sedikit berombak yang dibiarkan menjuntai di dahinya, dengan kaos oblong warna coklat susu dan celana biru tua sebatas lutut, saya disambut dengan senyum ramah di rumah perpustakaannya. Pria yang lahir pada 21 Juni 1963 ini mengaku meninggalkan Boja lalu boro kawin ke Switzerland semenjak tahun 1996. Perjalanan menulisnya bukan gemilang begitu saja. Berangkat dari novel perdananya ‘Pegadaian’ yang ditulis pada tahun 2004, novel yang menceritakan tentang tempat kelahirannya, Boja, hingga perjalanan rantaunya ke Bali, dinyatakan gagal, kemudian Beliau mulai mempublikasikan perjalanan ke pelosok dunia salah satunya adalah Hong Kong yang telah dikunjunginya tiga kali. Didorong semangat oleh seorang sahabat bernama Puthut EA, yang dikenalnya saat masih magang di milis bumimanusia, sebuah komunitas yang diikutinya saat jejaring internet mulai marak pada awal tahun 2000-an. Hingga kini telah tercipta buku ‘Menyusuri Lorong-Lorong Dunia’ sampai jilid 3. Pada tanggal 01 Mei 2012 ini direncanakan launching jilid ke 3 di kediamannya sekaligus yang dijadikan sebagai tempat Pondok Maos Guyub Boja. Beberapa karyanya yang telah terbit di antaranya; Sosialisme di Kuba (2004), Novel Pegadaian (2004), Menyusuri Lorong-Lorong Dunia jilid 1 (2005), jilid 2 (2008), dan jilid 3 (2012). Boja adalah sebuah desa yang terletak di Lereng Medini, sebuah perkebunan teh di kaki gunung Ungaran. Pada Oktober 2011, kerja jejaring literisasi dan sastra Boja yang digawangi oleh Heri C Santosa, oleh Astra Internasional bekerjasama dengan Tempo Institute, dianugerahi SATU Indonesia Award 2011 kategori Pendidikan. Kendal, 30 April 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H