Mohon tunggu...
Siswa Rizali
Siswa Rizali Mohon Tunggu... Konsultan - Komite State-owned Enterprise

econfuse; ekonomi dalam kebingungan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pertanggungjawaban Investasi Bermasalah

17 Februari 2020   09:07 Diperbarui: 17 Februari 2020   09:02 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

*versi lebih pendek tulisan ini dimuat di kolom OPINI harian KONTAN, tanggal 11 Februari 2020.

Mengawali tahun 2020, berita investasi bermasalah terus bergulir. Diantaranya: investasi bermasalah dan gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya dan koreksi ekstrim 40 reksa dana saham/campuran yang berkisar 45%-87%/tahun (data: Infovesta per 28 Januari. Lihat juga Kontan, 3 Februari 2020).

Perusahaan finansial yang diregulasi dan diawasi oleh pemerintah dengan sangat ketat ternyata belum tentu aman sebagai tempat berinvestasi.

Regulasi yang ketat di sektor finansial sebenarnya membuat nasabah menganggap keamanan investasi dijaga oleh otoritas yang lebih tahu dan punya kewenangan besar. Akibatnya, nasabah cenderung abai (ignorance) dan berperilaku ceroboh (moral hazard) sehingga memperbesar potensi skala kegagalan perusahaan finansial.

Ketika perusahaan finansial gagal, pengamat cenderung menyalahkan ketidakmampuan regulator menjalankan tugasnya. Maka usulan penyelesaian masalah biasanya berupa memperbanyak regulasi dan pengawasan sektor finansial oleh pemerintah. Padahal regulasi sektor finansial juga mempersulit perusahaan finansial dibangkrutkan. Dampak negatifnya adalah: perusahaan finansial dengan tata kelola buruk terus berjalan meski secara mekanisme pasar seharusnya bangkrut.

Tanggung Jawab Individu

Dari persfektif individu dan pasar bebas, maka solusinya bukan lebih banyak regulasi dan pengawasan di sektor finansial. Prinsip utama pasar bebas adalah setiap individu memilih yang terbaik baginya dan tidak ada yang menghalangi pilihannya. Karena itu, setiap individu yang bertransaksi finansial harus menyadari akan tanggung jawab pribadi untuk mengamankan harta kekayaannya.

Contoh sederhana saat konsumen membeli motor. Konsumen akan pergi ke dealer yang bonafid. Motor diperiksa dan dipastikan kualitasnya. Si konsumen juga membaca reviu motor tersebut, meski merk motornya terkenal dan dipercaya banyak orang.

Semua itu dilakukan konsumen untuk memastikan kepuasan akan motor yang dibelinya. Bila motor hilang, si konsumen biasa menyalahkan dirinya sendiri yang kurang hati-hati, bukan menyalahkan polisi sebagai petugas yang menjaga keamanan umum.

Hal berbeda terjadi di industri finansial. Saat berinvestasi di produk finansial, seperti saham dan reksadana, investor sering memutuskannya berdasarkan gosip dari orang yang tidak dikenal. Si investor tidak membuat analisa atau memikirkan risiko produk investasi yang dibelinya. Bahkan investor yang memiliki pengetahuan pun cenderung hanya melihat kinerja jangka pendek dan perkiraan untung besar.

Namun, saat investasi finansial bermasalah, investor biasanya menyalahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai lembaga pengawas yang gagal menjalankan fungsinya.

Padahal, OJK melarang manajer investasi menjual produk reksa dana yang memastikan atau menjanjikan hasil investasi. BEI juga sering menginformasikan saham-saham yang harganya bergerak di luar kebiasaan (unusual market activity (UMA)). Sedangkan di industri asuransi, meski tidak ada larangan, produk-produk tabungan (saving plan) dengan imbal hasil tinggi memiliki risiko besar membebani modal perusahaan sehingga mengancam keberlanjutan usaha.

Dalam prakteknya, investor dan perusahaan tidak perduli dengan aturan OJK atau informasi BEI tersebut. Sedangkan investor sangat tertarik membeli produk dengan return tinggi yang dijamin. Ini lah yang terjadi dalam kasus penjualan produk seperti reksa dana berbasis saham gorengan atau saving plan asuransi dengan imbal hasil sangat tinggi.

Masih dalam konteks tanggung jawab individu, investor juga harus mencari mitra investasi yang paling handal dan terpercaya. Investor harus teliti sebelum melakukan investasi atau transaksi dengan institusi finansial, seperti manajer investasi (MI), asuransi, broker, bank, dan bursa. Investor harus mengevaluasi berbagai aspek si mitra investasi, baik dari kepemilikan perusahaan, tata kelola perusahaan, prinsip dan proses investasi, serta rekam jejak dan kinerja.

Jadi ketika investor mengalami kerugian sebagai korban investasi bermasalah, diri-nya sendiri yang patut disalahkan karena bersikap abai, ceroboh, dan mudah tergoda janji-janji return pasti yang tinggi. Kalau pun si mitra investasi berbohong, lagi-lagi si investor harus merenungkan: mengapa dulu mudah percaya dengan mereka?

Dalam konteks korporasi seperti asuransi dan dana pensiun, maka pelaksana perusahaan seperti Dewan Direksi dan Dewan Komisaris yang paling bertanggungjawab atas kinerja investasinya.

Regulator dan Penegak Hukum

Setelah investor meningkatkan kehati-hatian dalam proses investasi dan memilih mitra investasi, selanjutnya peran regulator, seperti OJK dan BI, yang menjaga kesehatan industri finansial.

Harapannya, regulator yang independent dan profesional dapat menegakkan aturan, menyehatkan industri finansial, dan melindungi kepentingan konsumen.

Realitasnya, regulator menghadapi berbagai batasan dalam menjalankan tugasnya. Regulator mengawasi sesuai dengan laporan-laporan yang disediakan oleh para pemangku kepentingan seperti: perusahaan terkait, perusahaan efek, manajer investasi, akuntan publik, penasihat hukum, kustodian, dan bursa. Bila para pemangku kepentingan ini bekerjasama menyampaikan laporan yang manipulatif, tidak mudah bagi regulator mendeteksi permasalahan yang terjadi.

Saat potensi manipulasi perusahaan finansial terdeteksi, regulator dibatasi oleh aturan-aturan untuk mengambil tindakan yang tegas dengan segera. Tahapan penindakan juga panjang, dimulai dengan klarifikasi, pembinaan, teguran, sanksi, dan bahkan likuidasi. Regulator juga kesulitan menegakkan proses penindakan bila mengalami konflik kepentingan saat berhadapan dengan perusahaan besar yang diangap berisiko sistemik atau perusahaan milik negara.

Akibatnya, penanganan masalah di perusahaan finansial cenderung lambat sementara masalah semakin membesar, seperti yang terjadi dalam kasus Bank Century, Bakrie Life, PT Jiwasraya, dan reksa dana saham gorengan.

Perusahaan finansial sendiri memiliki tenaga ahli dan pengacara untuk membela diri dari tindakan penertiban oleh regulator, sehingga proses penegakan aturan berjalan semakin lambat.

Dari fakta diatas, peran regulator sebagai pengawas industri finansial akan lebih strategis melalui upaya pencegahan berupa peningkatan literasi finansial bagi investor. Dengan demikian investor semakin mandiri dan bertanggungjawab atas keputusannya.

Dalam kondisi regulator gagal mencegah fraud di perusahaan finansial dan konsumen dirugikan, maka upaya terakhir yang bisa dilakukan investor adalah melalui penegakan hukum. Bagi investor ritel, proses penegakan hukum ini sangat berat karena akan membutuhkan biaya besar, waktu, dan tenaga.

Penegakan hukum dari aspek pidana juga terbatas manfaatnya karena tidak membuat jera pelaku, sedangkan investor tetap mengalami kerugian besar. Pelaku fraud finansial sudah siap masuk penjara untuk mempertahankan aset hasil curiannya. Karena itu penegakan hukum pidana harus disertai hukum perdata, dimana si pelaku fraud harus disita hartanya untuk mengganti semua kerugian investor.

Penutup

Banyaknya kasus investasi bermasalah dan investasi bodong membuktikan bahwa regulasi dan pengawasan sektor finansial oleh pemerintah belum menjadi solusi komprehensif. Keamanan investasi sebenarnya menjadi tanggung jawab pribadi si investor dan mitra investasi yang dipilih olehnya. Caveat emptor!!!. Karena itu, peran literasi finansial lebih penting dalam memperbaiki sektor finansial.

Agar regulator bisa efektif, harus didukung oleh semua pemangku kepentingan yang memegang teguh hukum dan etika. Sesuatu yang sepertinya sejauh ini belum berjalan baik di pasar modal Indonesia. Akhirnya, kita apresiasi OJK yang saat ini bertindak tegas terhadap oknum-oknum perusak industri keuangan di Indonesia. Penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung diharapkan menimbulkan efek jera bagi para pelaku fraud di industri keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun