Sebaliknya, dari tahun 1980-an awal, sampai 2015, suku bunga di Amerika turun drastis. Dari sekitar 12% menjadi 2.3% (terendah 1.5% di 2012). Pertumbuhan rata-rata ekonomi Amerika pada periode yg sama: 2.7%/tahun.
Loh kok pertumbuhan ekonomi lebih rendah? Kan bunga lebih rendah?
Grafik 3. Amerika: US Treasury Yield 1981-2015
[caption caption="Bunga Amerika"]
Grafik 4. Amerika: Pertumbuhan Ekonomi 1981-2015
[caption caption="Pertumbuhan Ekonomi Amerika"]
Perhatikan, pada saat yang sama harga komoditas sumber energi (misal minyak) juga naik & turun secara ekstrim. Tahun 1960 ke 1980 harga minyak naik dari sekitar US$ 1.5/Barrel ke US$ 35/barrel. Terus turun ke US$12.5 di tahun 1998. Naik lagi ke US$100-an di 2011-2013. Sepertinya harga minyak, selain dipengaruhi faktor kebijakan moneter & pergerakan kurs US$, dipengaruhi siklus riil ekonomi. Apalagi pertumbuhan ekonomi US pada periode 1970-1980 selain terbebani kenaikan suku bunga juga kenaikan harga minyak. Dan sebaliknya pada era 1980-1990-an.
Di Indonesia gak jauh beda. Di tahun 1970-1980-an represi finansial berupa bunga rendah tidak menaikkan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan di era 1990-an paska berbagai deregulasi di tahun 1980-an akhir dan awal 1990-an, bunga tinggi tidak menghambat pertumbuhan ekonomi. Paska krisis 1998 dan bunga tahun 2000-an turun  lebih rendah dari 1990-an, tetap aja ekonomi Indonesia tumbuh lebih rendah dari era bunga tinggi 1990-an. Tapi beban utang luar negri yg kebablasan lah yg jadi batu sandungan di 1998. ( Jadi nasihat yg tepat, berapa pun tingkat suku bunga, Neither a borrower nor a lender be).
Kesimpulan: jangan lah pemerintah terlalu sibuk mikirin variabel yang gak ada hubungannya dengan ekonomi riil.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H