Pudarnya Jokowi Effect juga lebih terlihat bila dibandingkan efek serupa yang dinyatakan ada di India, yaitu Modi Effect. Meski sama-sama terimbas gejolak ekonomi global sehingga ekonomi India dan Rupee melemah, tapi Indeks Harga Saham Sensex (Bursa India) dan Indeks Harga SUN India mengalami kenaikan dibandingkan pada saat Narendra Modi dicalonkan (13 September 2013) atau menjadi Perdana Mentri (26 Mei 2014).
Bagaimana sebaiknya kita menyikapi pudarnya Jokowi Effect tersebut?
# # #
Dalam jangka pendek, misalnya satu sampai tiga tahun, pergerakan indikator finansial seperti IHSG dan nilai tukar sangat dipengaruhi psikologis investor. Indikator finansial dapat naik dan turun tanpa perubahan fundamental yang signifikan. Misalnya, di tahun 2008 IHSG sempat mengalami koreksi 50% lebih, tapi ekonomi Indonesia tetap tumbuh (= tidak krisis). Di tahun 2008, nilai tukar Rupiah juga melemah ke Rp 12,500 per US Dolar, kemudian berbalik arah dan mencapai titik terkuat ke Rp 8,500 di pertengahan 2011.
Demikian juga dinamika IHSG sejak 2011 yang ditandai dengan penembusan titik tinggi baru, misalnya Agustus 2011, Mei 2012, Mei 2013, dan April 2015, namun segera diwarnai koreksi signifikan (Grafik 1). Karena itu rally pemulihan 2014 adalah peristiwa wajar paska koreksi signifikan (sekitar 25%) di 2013, bukan dipicu Jokowi Effect.
Garfik 1. Penembusan Titik Tinggi Baru dan Koreksi 2011-2015
Sumber: BLOOMBERG
Dinamika bursa yang ‘aneh’ tidak hanya terjadi di bursa terbuka seperti Indonesia. Perhatikan bursa saham yang tertutup dan penuh regulasi di China, dimana Indeks Shanghai mengalami koreksi berkelanjutan sekitar 40% sepanjang 2010- sampai titik terendah Juni 2013. Lalu tiba-tiba Indeks Shanghai naik sekitar 150% dalam periode setahun (Juli 2014-Juni 2015), sejalan dengan memburuknya ekonomi China.
Dalam review berbagai studi empiris mengenai pertumbuhan ekonomi dan bursa saham (lihat Ritter (2005, 2012) dan Dimson dkk (2002, 2012)), tim peneliti Norges Bank Investment Management menyimpulkan: Empirical evidence in developed and emerging markets does not support the notion of a structural relationship between economic growth and equity returns.
Sayangnya keberadaan Jokowi Effect sepertinya juga diterima oleh Presiden Jokowi, ini terlihat dari pernyataan beliau yang menjadi judul berita seperti: “Jokowi: Saya akan Sering ke Bursa biar Indeks Naik” (Kontan, 11 April 2014) dan “Sambangi Bursa, Jokowi Optimis IHSG bisa ke 6.000” (Kontan, 17 April 2015).