Mohon tunggu...
Siswa Rizali
Siswa Rizali Mohon Tunggu... Konsultan - Komite State-owned Enterprise

econfuse; ekonomi dalam kebingungan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Duel Saham Vs Obligasi; Akhirnya Saham Menang….

20 Juli 2011   08:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:32 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah bertarung sepanjang Okt 2010 - Feb 2011, akhirnya duel saham vs obligasi dimenangkan oleh optimisme saham. IHSG menembus titik baru pada akhir April. Setelah sempat konsolidasi di Mei-Juni, IHSG berhasil menembus 4000 (8 Juli). Pemulihan IHSG juga disertai pemulihan Indeks Harga Obligasi yang luar biasa sepanjang Maret-April. Grafik1: IHSG (hitam) vs HSBC Bond Index (Coklat)

Berita buruk krisis utang di Eropa (yaitu di: Yunani, Portugis, Irlandia), ternyata menjadi berita baik bagi Indonesia. Investor global melakukan realokasi investasi portofolio ke negara-negara Asia yang memiliki fundamental kuat dan imbal hasil obligasi yang tinggi. Indonesia menjadi pilihan utama, terlihat dari peningkatan kepemilikan Surat Utang Negara oleh investor asing yang telah mencapai Rp 241 Triliun (15 Juli) , naik dari Rp 195 triliun pada akhir Januari 2011 (lihat Statistik Kepemilikan SUN di www.dmo.or.id ) . Rally IHSG kembali dipimpin oleh saham sektor konsumer yang menjadi favorit tema investasi emerging market spt Indonesia. ASII, GGRM, dan bank besar (BBRI BBCA BMRI) menembus titik tinggi baru. Sepertinya titik 4000 menjadi point kritis bagi IHSG: apakah akan terus rally menjadi bubble baru di Asia (PER ke 25, atau IHSG 6000), atau malah stagnan dan koreksi ke titik rata-rata jangka panjang (mean reversal)? Rally saat ini mengingatkan penulis pada rally saham di China tahun 2007: ketika pesimisme berkembang di ekonomi Amerika /Eropa, optimisme berlanjut di China. Valuasi IHSG yang premium terhadap regional (vs Malaysia, China, India, dll), momentum ekonomi makro global yg melambat (=negatif), dan optimisme investor ritel yang luar biasa, merupakan kombinasi yang menjadikan investasi saham dalam kriteria 'risiko tinggi, potensi imbal hasil rendah' (high risk, low return). Kalau pun tetap berinvestasi di saham, sepertinya rotasi sektoral perlu dipertimbangkan: jauhi saham konsumer, pilih saham yang sudah lama diabaikan investor (properti - ctrp ctra apln, tambang - INCO MEDC. Bahkan TLKM!!!).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun