Mohon tunggu...
Muhammad Zulfikar Yusuf
Muhammad Zulfikar Yusuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

من لم يذق مر التعلم, تجرع ذل الجهل طول حياته

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mencari Negarawan

31 Januari 2024   00:52 Diperbarui: 31 Januari 2024   00:59 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah berbagai diskursus dan dinamika politik tersebut, muncul satu persoalan baru yang menghinggapi perpolitikan Indonesia dan ditengarai dapat merenggut nyawa demokrasi dan keadilan politik, ialah keberpihakan Presiden. 

Pernyataan Presiden yang baru-baru ini mengeluarkan statement tentang kebolehan Presiden berkampanye dan memihak pada salah satu paslon tentu dapat memunculkan efek domino dan konflik berkepanjangan. 

Bagaimana tidak, Presiden dengan segala atribut dan fasilitas negara yang bertaut pada dirinya tentu berasal dari APBN yang dipungut dari pajak rakyat, sehingga harus digunakan untuk kepentingan masyarakat luas.

Walau kemudian UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum menyebutkan secara eksplisit bahwa Presiden & Wakil Presiden Mempunyai Hak Melaksanakan Kampanye, tetapi tidak etis rasanya jika Presiden menyampaikan hal tersebut di muka umum, di saat melakukan tugas kenegaraan, dan menggunakan fasilitas negara yang dibiayai oleh APBN. Ditambah lagi saat mengeluarkan pernyataan tersebut, Presiden didampingi salah satu kontestan capres, di mana publik secara tersirat dapat membaca bahwa dukungan itu mengarah kepada capres tersebut.

Presiden sebagai kepala pemerintahan dan pemimpin tertinggi negara, seharusnya memberikan contoh dengan tetap menjaga netralitas sebagaimana yang digaungkan kepada ASN/TNI/POLRI dan seluruh pemangku kebijakan. 

Hal demikian merupakan tanggung jawab moral bahwa Presiden harus berdiri di atas semua kepentingan dan tidak berpihak pada satu paslon tertentu. Pemilu yang sukses hanya dapat berjalan saat institusi negara, lebih-lebih kepala negara dan pemerintahan bersifat demokratis dan memahami perannya sebagai penjaga demokrasi.

Mencari Negarawan

Menjelang pemilu pada 14 Februari mendatang, masyarakat Indonesia membutuhkan sosok negarawan di tengah keringnya nilai-nilai politik yang berkeadaban. Sia-sia rasanya saat Indonesia sebagai bangsa yang besar tidak dipimpin oleh seorang pejabat publik yang tidak memiliki integritas yang kuat. 

Indonesia membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki visi pembangunan jangka panjang yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan menempetkan kepentingan rakyat di atas segalanya.

Bangsa ini merindukan sosok negarawan yang memberikan teladan saat ia memimpin, yang baik tutur katanya, membesarkan yang kecil, tanpa mengecilkan yang besar. Sebab, sering kali kita menihilkan peran ini di dalam lanskap politik kita. Padahal pepatah Arab mengakatan, "salaamatul insaan fii hifzhil lisaan," keselamatan manusia itu terletak pada kemampuan ia menguasai lisannya.

Di samping itu, negeri kita juga membutuhkan pemimpin yang bukan hanya baik tutur katanya, namun juga santun perilakunya sebagai seorang politikus juga pejabat publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun