Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Belajar Product Knowledge dari Ubi Ungu

31 Desember 2024   19:37 Diperbarui: 31 Desember 2024   19:44 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari pixabay.com

Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) telah menjadi penopang utama perekonomian nasional. Pada tahun 2023 lalu jumlah pelaku UMKM mencapai sekitar 66 juta unit usaha dan memberi kontribusi sebesar 61% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (sumber). Oleh karena itu belakangan ini para pemangku kepentingan mulai dari pemerintah sampai pihak swasta kerap memberi perhatian dan dukungan pada pengembangan UMKM dengan caranya masing-masing.

Walaupun demikian masih ada UMKM yang belum mendapat bantuan dan pendampingan yang dibutuhkan, baik dalam hal permodalan, manajemen usaha sampai peningkatan kualitas produk. Ini membuat masih banyak juga UMKM yang berjibaku, jatuh dan bangun untuk sekadar bertahan hidup atau berjuang sendiri untuk memajukan dirinya.

Beberapa waktu yang lalu, Credit Union kami menggelar pelatihan Manajemen Usaha Kecil dan Mikro dengan mengundang aktivis dan anggota pelaku UMKM sebagai peserta. Sebagai fasilitator pelatihan, Credit Union kami menggandeng mitra dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Atma Jaya Makassar. Pelatihan yang berlangsung selama dua hari ini memberi banyak wawasan baru kepada peserta mengenai pengelolaan usaha, mulai dari perencanaan usaha, melakukan problem solving sampai manajemen keuangan usaha.

Dari sejumlah masalah yang biasa dihadapi UMKM dalam menjalankan usahanya, salah satu yang disoroti adalah masih minimnya product knowledge para pelaku UMKM. Secara singkat, product knowledge dapat didefinisikan sebagai pengetahuan mendalam mengenai produk yang dipasarkan, mulai dari karakter, fitur, harga dan informasi detail lainnya. Dengan memiliki product knowledge yang baik, pelaku UMKM dapat merancang bauran pemasaran yang tepat untuk meningkatkan peluang pembelian produk yang mereka miliki.

Contoh kecilnya seperti ini. Pada umumnya masyarakat sudah mengetahui bahwa gula aren lebih baik dibanding dengan gula pasir, dari segi dampak terhadap kesehatan, sehingga orang akan lebih cenderung memilih produk dengan aplikasi gula aren dibanding gula pasir.

Mengapa gula aren lebih baik dari gula pasir? Biasanya orang akan menjawab secara spontan kalau konsumsi gula pasir dapat menimbulkan risiko diabetes lebih tinggi dari konsumsi gula aren. Ya, ini memang betul. Tapi dengan memiliki product knowledge yang lebih baik, fakta ini dapat diulas lebih lanjut dengan lebih rinci.

Gula aren lebih baik karena memiliki indeks glikemik yang lebih rendah dari gula pasir. Indeks glikemik adalah indikator seberapa cepat kandungan bahan pangan memengaruhi kenaikan kadar gula darah dalam tubuh. Indeks glikemik (IG) makanan diukur dalam skala 0-100. Makin tinggi angka IG, maka makin cepat pula makanan tersebut meningkatkan kadar gula darah. IG gula aren sebesar 35 sedangkan gula pasir sebesar 68 (hellosehat.com). Selain itu kandungan nutrisi dalam gula aren seperti fosfor, zat besi, natrium dan kalium juga lebih kaya dibanding dalam gula pasir. Ini contoh sederhana product knowledge yang patut diketahui oleh para pelaku UMKM, khususnya yang memiliki produk berbahan gula aren.

Kita kembali ke topik pelatihan. Terkait product knowledge ini, ada contoh menarik lain yang bisa menjadi pembelajaran bersama.

Salah satu peserta pelatihan memiliki produk berupa keripik ubi ungu. Saat fasilitator pelatihan meminta peserta pemilik produk membuat SWOT sederhana mengenai produk yang dimiliki, peserta pemilik produk keripik ubi ungu ini memiliki jawaban (kurang lebih) sebagai berikut: (1) kekuatan produk: bahan baku mudah diperoleh dan harganya sangat terjangkau. (2) kelemahan produk: kemasan masih sederhana (3) peluang produk: kembali menggemari makanan tradisional telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat saat ini, sedangkan (4) tantangan produk adalah: karena bahan makanan bersifat tradisional, keripik ubi ungu kurang diminati oleh konsumen berusia muda.

Melihat hasil SWOT tersebut, fasilitator pelatihan memberi masukan yang menarik. "Mengapa tidak menyandingkan keripik ubi ungu dengan blueberry?" ungkapnya. 

Nah, rupanya kandungan antosianin yang terdapat pada blueberry juga terdapat pada ubi ungu. Antosianin adalah senyawa yang memiliki banyak manfaat bagi tubuh kita, sebagai antioksidan, membantu mencegah terjadinya kanker dan bersifat anti inflamasi. Dengan tambahan product knowledge seperti ini, pelaku usaha khususnya yang memiliki produk berbahan baku ubi ungu memiliki tambahan "senjata" saat mempromosikan produk, termasuk merancang kemasan produk yang digunakan.

Setelah pelatihan, saya pun mencari tahu lebih lanjut mengenai antosianin ini. Dari beberapa referensi diketahui kandungan antosianin pada blueberry cukup tinggi yaitu sekitar 487 mg/100 g (Agrison et al, 2024), sedangkan kandungan pada ubi ungu lebih rendah, sekitar 61,85 mg/ 100 g (Husna, 2013). Tapi keunggulan dari ubi ungu adalah harganya jauh lebih murah dan lebih mudah ditemukan, seperti pangan lokal yang lain. 

Antosianin ini adalah zat yang terkandung dan memberi warna (pigmen) pada tanaman seperti seperti kol ungu, anggur, terong ungu dan lain-lain. Dari hasil berselancar di dunia maya, ternyata banyak sekali manfaat dari antosianin ini, selain manfaat yang sudah disebutkan di atas, antara lain: mengurangi radang, menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko serangan jantung, mengontrol diabetes tipe-2 dan sejumlah manfaat lainnya.  

Luar biasa bukan, manfaat ubi ungu ini untuk kesehatan? Sejak tahu fakta-fakta tersebut, saya pun mulai lebih sering membeli dan konsumsi ubi ungu di rumah, agar tubuh menjadi lebih sehat kemudian hitung-hitung ikut mengangkat potensi pangan lokal dan membantu petani kita.

Demikian contoh aplikasi product knowledge untuk mempromosikan produk yang dimiliki. Selain meningkatkan nilai produk yang ditawarkan kepada calon pembeli, pemilik produk juga dapat berkontribusi mengedukasi masyarakat. Semoga bermanfaat (PG)

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun