Dengan gendang dan tari-tarian
dengan lagu dan gegap gempita
kami memanggil mendung.
Memanggilnya dari persembunyiannya
Di puncak gunung-gunung tertinggi
di tepi hutan hujan yang damai
dan di atap-atap samudera raya.
Terik matahari sudah terlalu lama merajai langit.
Sudah waktunya musim berganti
dengan mendung yang menurunkan hujan
agar ladang-ladang kami
kembali menumbuhkan tunas-tunas
daun-daun muda
Bagaimana denganmu?
Apakah kamu juga akan memanggil mendung
ke atas kota-kotamu
atau kamu tidak menginginkannya
atau malah mengutukinya?
Setiap dari kita punya kisah dengan mendung
hangat atau dingin
getir atau manis
indah atau kelam.
Jadi entah kamu menginginkan atau tidak menginginkannya
memanggilnya dengan sorak sorai
atau dengan berbisik dari ruang-ruang doa
mendung akan tetap menjadi kawan peradaban kita.
---
barombong, 9 desember 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H