Jenuh, capek dan penat setelah berjam-jam menempuh perjalanan udara dan darat sedikit terobati dengan senyum manis gadis resepsionis. Entah mengapa, raut wajahnya mengingatkanku pada seseorang di masa lalu.
Memori ini semakin kental terasa saat dia menunduk untuk menatap layar komputernya. Kombinasi dahi dan poni seperti itu hanya milik satu orang saja, Jelita namanya, cinta monyet juga mungkin cinta pertamaku, zaman SMA dulu. Hanya saja minus jerawat dan ... lebih glowing.
Tapi sepertinya tidak mungkin. Ekspresinya tidak berubah sejak pertama bertemu tadi, ramah dan hangat, khas resepsionis hotel-hotel ternama. Nama yang tertera di emblemnya juga Raya, bukan Jelita.
Gara-gara sibuk bergelut dengan pikiran sendiri, aku jadi kurang memperhatikan saat dia menjelaskan beberapa peraturan untuk tamu hotel. Tanda tanya di akhir kalimat kesekian yang membuatku kembali fokus.
"Maaf, Mbak. Bagaimana?"
"Ehm, bapak kapan rencana check out-nya?"
"Oh. Lusa rencananya, kalau semua urusan sudah beres."
Mbak resepsionis mengangguk.
Setelah melakukan transaksi deposit, dia menyerahkan kunci kamar dan mengucapkan salam. Sesaat sebelum aku berbalik, dia menyapa lagi,
"Oh ya, saya panggilkan bellboy ya, pak, buat bantu bawa kopernya."