Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sudah Siapkah Kita Menghadapi Pajak Karbon?

30 Oktober 2024   20:12 Diperbarui: 31 Oktober 2024   08:39 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: KOMPAS.ID/HERYUNANTO

Lalu yang dilakukan pada tahun 2022 adalah penetapan cap (batas atas emisi) untuk sektor pembangkit listrik batu bara oleh kementerian ESDM. Per 1 April 2022 penerapan pajak karbon sudah dilakukan tapi secara terbatas untuk PLTU batu bara dengan tarif Rp30.000 per tCO2e.

Nah, menurut peta jalan tersebut pada tahun 2025 penetapan aturan pelaksanaan pajak karbon sudah dilakukan juga pada sektor lainnya. Perluasan sektor pajak karbon ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan sektor yang dimaksud. Ini berarti tahun depan kita sudah akan mengimplementasikan pajak karbon secara penuh.

Untuk mengurangi emisi karbon, pajak karbon adalah terobosan yang baik dan sudah terbukti efektif di beberapa negara yang sudah lebih dulu mengimplementasikannya.

Tapi dari perspektif ekonomi, terobosan ini memiliki konsekuensi sekaligus tantangan yang harus diantisipasi oleh pemerintah selaku pengambil kebijakan agar implementasinya berjalan mulus dan membuahkan hasil yang diharapkan.

Efek Berganda (Multiplier Effect)

Objek pajak karbon adalah bahan bakar fosil dan emisi yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi. Dengan membayar pajak karbon, industri yang terlibat di dalam produksi, distribusi dan konsumsi bahan bakar fosil harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi.

Konsekuensinya adalah menaikkan harga yang efeknya akan sampai ke masyarakat sebagai konsumen akhir. Inilah efek berganda yang akan terjadi dengan penerapan pajak karbon tersebut.

Efek berganda ini harus diperhitungkan dengan baik karena kita ketahui bersama sebagian besar aktivitas ekonomi kita masih ditunjang oleh energi fosil.

Potensi Inflasi

Dengan demikian, inflasi merupakan konsekuensi logis pemberlakuan pajak karbon yang harus dikelola dengan baik. Tarif pajak karbon harus dikaji dengan teliti agar ekses inflasi bisa dikendalikan.

Salah satu kelemahan skema pajak karbon adalah implementasinya tidak secara langsung membatasi emisi yang dihasilkan perusahaan dan pelaku ekonomi lainnya.

Tarif pajak yang terlalu tinggi bisa memicu inflasi dan kelesuan ekonomi, sedangkan tarif yang terlalu rendah bisa menyebabkan perusahaan cenderung mengabaikan pengurangan emisinya.

Ada skema lain yang bisa menutupi kekurangan dari pajak karbon ini, yaitu perdagangan karbon atau carbon trade. Perdagangan karbon didasarkan pada cap (batas atas emisi) yang sudah ditetapkan pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun