Peristiwa ini terjadi minggu lalu. Setelah sesi pelatihan untuk anggota Credit Union kami, seorang peserta menghampiri saya. Mungkin salah satu materi yang disampaikan memicu kembali ingatan akan "pengalaman buruk" yang pernah menimpanya.Â
Saya dan ibu ini pun mengobrol beberapa saat lamanya.
Beberapa tahun lalu dia ditawari menjadi nasabah sebuah asuransi, katakanlah asuransi x namanya. Agen asuransi tersebut yang masih ada hubungan keluarga dengannya terus-menerus membujuk mereka, ibu itu dan suaminya, untuk menjadi nasabah asuransi x ini.Â
Pada akhirnya mereka pun setuju dan ikut membeli produk asuransi x. Premi asuransinya kalau tidak salah, sebesar 700 ribu sebulan.
Setelah berjalan selama kurang lebih 3 tahun, mereka membutuhkan sejumlah dana dan bermaksud melakukan penarikan asuransi. Masalah pun terjadi karena agen tersebut selalu mengulur-ulur waktu. Setelah didesak terus agen tersebut pun mengatakan uangnya "hangus" dengan berbagai penjelasan.
Si agen ini juga kemudian menghilang entah kemana. Padahal saat melakukan pemasaran asuransi dulu, bisa dikatakan rumah ibu ini jadi rumah kedua si agen, saking seringnya main ke sana.Â
Pada akhirnya mereka pun berusaha ikhlas, walaupun masih suka "sakit hati" jika mengingat-ingat kembali uang hasil kerja keras mereka yang diharap jadi investasi ternyata ujung-ujungnya zonk.
Menyikapi curhat si ibu, saya tetap bersikap objektif dengan berusaha mencari tahu bagaimana penjelasan agen ini tentang polis asuransi x yang ditawarkannya. Dari cerita yang saya tangkap, memang ibu ini kurang paham bagaimana sebenarnya karakteristik produk asuransi yang diikutinya.Â
Saya melakukan konfirmasi dengan menanyakan apakah mereka mengambil produk unit link atau bukan, dan jika iya bagaimana komposisi investasi dan perlindungan dari setiap premi yang masuk.
Kata-kata saya berhasil memanggil potongan-potongan memori si ibu.
 "Ah, iya benar, Pak. Saat itu dia (si agen) ini memang bilang sebagian untuk investasi dan sebagian lagi untuk kesehatan," tuturnya. Tapi si ibu tetap tidak bisa memberikan jawaban-jawaban pasti ketika saya mencari informasi lebih jauh.
Si ibu (bersama keluarga) memang sudah bisa move on dari peristiwa tersebut, tapi di akhir percakapan kami, saya tetap mencoba mengafirmasi si ibu dengan meminta mereka lebih ikhlas dan menganggap kerugian mereka sebagai "uang sekolah".Â
Namanya uang sekolah, bisa murah tapi bisa juga mahal. Yang penting ada pembelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa tersebut.
Memang saya amati, masih banyak masyarakat kita yang perlu edukasi lebih terutama dalam hal menyikapi produk-produk investasi yang ditawarkan kepada mereka. Banyak yang tidak tertarik karena sebenarnya enggan "berpusing-pusing ria" mempelajari produk-produk tersebut.Â
Tapi ada juga yang langsung ikutan tanpa mengenal lebih dalam produk yang dibelinya. Entah karena terlanjur tergiur pada iming-iming keuntungannya, atau seperti ibu tadi, mengikuti produk asuransi karena mengenal agen asuransinya dan berasumsi si agen ini tentu tidak akan menawarkan sesuatu yang bisa merugikan mereka di kemudian hari.
Padahal sebelum memutuskan membeli produk keuangan atau mengikuti investasi tertentu, kita mesti mengenal lebih jauh karakteristik produk tersebut. Bukan saja agar kita siap dengan risiko yang mungkin terjadi, tapi juga untuk mengetahui apa produk tersebut memang sesuai dengan situasi dan kondisi keuangan kita.
Kita mengenal istilah Tak Kenal Maka Tak Sayang. Tapi dalam memilih produk keuangan istilah yang lebih tepat adalah Tak Kenal Maka Tak Aman. Berikut beberapa hal mendasar yang harus kita cek terlebih dahulu sebelum memutuskan membeli produk keuangan atau investasi tertentu.
Cari Tahu Benefit Produk TersebutÂ
Bagian ini sebenarnya cukup mudah untuk dilakoni. Agen atau pemasar produk-produk investasi pada umumnya menjelaskan benefit dari produk yang ditawarkannya dengan gamblang. Yang perlu diketahui adalah apakah benefit-benefit tersebut sudah seperti yang kita harapkan atau apakah sesuai dengan kebutuhan kita.Â
Lalu waspadalah dengan iming-iming keuntungan besar, apalagi dengan keuntungan yang sudah berada di luar nalar atau logika.Â
Misalnya, investasi bodong dengan modus money game yang menarik investornya dengan iming-iming imbas hasil tinggi. Memang orang yang masuk pada tahap awal biasanya masih bisa merasakan manfaat investasinya.Â
Ini untuk memancing lebih banyak orang lagi yang bergabung. Tapi setelah peminatnya cukup banyak, yang bergabung belakangan biasanya hanya bisa gigit jari.
Bagaimana dengan Penarikan Dana (Withdrawal)
Setelah mengikuti skema investasi tertentu, berapa lama baru nasabah bisa melakukan penarikan?Â
Apakah bisa dilakukan sewaktu-waktu atau setelah periode tertentu? Bagaimana jika penarikan dilakukan sebelum jatuh tempo, apakah tidak bisa sama sekali atau bisa tapi ada pinalti yang dikenakan?Â
Bagaimana mekanisme withdrawal tersebut? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini harus bisa terjawab dengan jelas sebelum memutuskan untuk berinvestasi atau membeli produk keuangan tertentu.Â
Dengan demikian kita memiliki pengetahuan yang lebih lengkap terutama jika sewaktu-waktu kita membutuhkan dana kita kembali sebelum jatuh tempo. Kita juga lebih "siap mental" jika memang harus ada pinalti (biasanya berupa pemotongan dana) atau malah tidak bisa dilakukan penarikan sama sekali.
Cek Legalitas dan Rekam Jejak Penyedia InvestasiÂ
Kiat ini juga tidak kalah penting untuk dilakukan. Cari tahu apakah perusahaan penyedia layanan investasi tersebut sudah teregistrasi atau belum pada otoritas yang berwenang. Misalnya untuk penyedia jasa keuangan seperti perbankan, asuransi atau reksadana harus terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).Â
Perusahaan perdagangan berjangka harus terdaftar di Bappebti. Koperasi juga punya otoritas yang mengatur operasionalnya, yaitu Kementerian Koperasi dan UMKM yang dibuktikan dengan terdaftarnya NIK (Nomor Induk Koperasi) Koperasi tersebut di kementerian. Ya, memang registrasi belum menjamin 100% bisnis perusahaan tersebut aman berkelanjutan.Â
Tapi paling tidak dengan terdaftar di otoritas resmi, nasabah masih punya posisi tawar terhadap perusahaan jika terjadi apa-apa di kemudian hari, dibanding perusahaan tersebut tidak terdaftar apalagi memang bodong sama sekali.
Selain aspek legalitas, kita juga mencari tahu bagaimana rekam jejak perusahaan investasi tersebut sebelum memutuskan bergabung. Caranya bisa dengan mendengarkan cerita dari mulut ke mulut, atau dengan melakukan pencarian informasi di dunia maya, baik di percakapan media sosial maupun kabar berita.Â
Saat ini kita bisa dengan mudah menemukan keluh kesah warganet pada produk-produk tertentu yang membuatnya kecewa. Ini bisa menjadi titik awal bagi kita untuk menelusuri rekam jejak perusahaan tersebut lebih jauh.
Demikianlah beberapa hal mendasar yang harus kita ketahui sebelum memutuskan membeli produk keuangan atau mengikuti investasi tertentu.Â
Beberapa pertanyaan lain seperti misalnya bagaimana dana kita dikelola, bagaimana proses klaim nasabah selama ini dan seterusnya, masih bisa kita kembangkan sendiri untuk menggali informasi lebih mendalam.
Dengan mengenal lebih baik produk investasi, kita bisa meminimalkan risiko investasi kita di masa yang akan datang. Sebaliknya, tidak mengenal dengan baik bisa meningkatkan risiko untuk kita sendiri. Jadi sudah cocok ya, Tak Kenal Maka Tak Aman.
Semoga bermanfaat (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H