Saat malam berganti fajar, dia baru menuntaskan surat cinta itu. Berjam-jam lamanya dia menorehkan huruf demi huruf dan kata demi kata, sehingga surat cinta yang terlahir berlembar-lembar panjangnya.
Dia lalu melipat semua lembar surat cintanya itu menjadi pesawat-pesawat kertas yang tidak terhitung jumlahnya. Lalu naik ke balkon rumah dan menerbangkan semua pesawat kertas itu ke segala arah, ke timur, ke barat, utara dan selatan. Angin pun membantu mengantarkan surat cinta berbentuk pesawat kertas itu kepada siapa saja yang layak menerimanya.
Setelah itu tuan calon presiden menunggu. Satu menit, dua menit, lima menit, satu jam, belum ada satu pun surat balasan yang tiba, bahkan setelah berjam-jam kemudian.
Tapi calon presiden tetap tersenyum dengan bijak. Cinta tertulus sekalipun membutuhkan waktu untuk diterima dan dibalas, prinsipnya.
Tepat setelah dia menuntaskan makan siangnya, sebuah pesawat kertas masuk dari jendela kamar dan jatuh di atas meja kerjanya. Ah, ada yang membalas surat cintanya. Calon presiden pun membuka pesawat kertas itu. Dia mengingat ini lembaran surat cinta yang paling terakhir diselesaikannya.
Tulisan tangannya masih jelas tertera di halaman depan
".... demikianlah saudara-saudariku. Aku bukan konglomerat super kaya yang bisa menjanjikan banyak hal untuk kalian. Aku juga tidak bisa menjanjikan negeri kita akan berubah menjadi lebih baik dalam satu malam saat aku terpilih nanti.
Tapi aku punya cinta seluas samudera untuk kalian semua, cinta yang menjadi panduan untuk karya-karya dan pelayanan yang kalian percayakan. Salam dariku"
Di halaman belakang surat tersebut ada tulisan tangan yang lain, balasan dari sang penerima surat
"Tuan calon presiden, tidak perlu cinta seluas samudera untuk kami. Seluas halaman kertas folio sudah cukup, tapi pastikan cinta itu selalu ada pada setiap surat-surat keputusan yang anda tandatangani. Salam dari pendukung setia anda.."
Tuan calon presiden termenung panjang. Satu surat balasan sepertinya sudah cukup untuk seluruh surat cinta yang dikirimkannya.
---
barombong, hari kedua februari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H