"Maaf, Om. Uangnya tidak ada ternyata, mungkin jatuh. Tadi mestinya ada." Â Â
"Sudah," timpal Tono. "Ini ambil saja buat kamu. Saya kasih gratis. Ayuk diambil."
Air wajah anak itu berubah. "Bener, Om?"
Tono mengangguk pasti. Anak itu pun menerima botol susu kedelai tersebut, lalu berjalan ke sisi jalan untuk duduk di sisi trotoar. Dia membuka tutup botol dan menangguk isinya dengan nikmat. Sepertinya dia benar-benar kehausan. Di saat itulah dia seperti baru teringat sesuatu. Isi botol baru berkurang seperempatnya saat dia buru-buru merogoh saku bajunya. Memang ada satu saku lagi di situ dan ... voila! satu lembar sepuluh ribu lusuh ternyata ada di sana.
Anak itu pun cepat-cepat menyerahkan uangnya. "Uangnya ternyata di saku baju, Om."
Tono tertawa dan mengulurkan tangannya, "Halah! Kamu ini ada-ada saja."
Tapi gerakannya terhenti. Dia mendengar ada bisikan dari hati nuraninya untuk bertindak sebaliknya. Dia pun kembali menarik telapak tangannya.
"Tidak usah, Nak. Susu kedelainya sudah om ikhlasin untuk kamu. Uangnya kamu simpan lagi buat beli yang lain."
Anak itu mengernyitkan kening. Mungkin dalam hatinya dia berpikir, orang ini aneh. Jualan tapi kok tidak mau terima duit. "Yakin, Om?"
Tono tertawa lagi. "Iyalah. Yakin 100%. Ayo dikantongin lagi duitnya, kali ini dikantongin yang bener biar pas dicari nanti langsung ketemu."
Anak itu pun tersipu-sipu. Dia lalu pamit setelah itu kembali meneguk meneguk isi botol susu kedelai. "Iya, hati-hati kamu," sahut Tono ramah.