Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kita Semua Bisa Jadi Pilatus Dalam Versi yang Lain

7 April 2023   20:15 Diperbarui: 9 April 2023   10:36 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengadilan Pilatus adalah salah satu kisah yang menarik pada pembacaan passio atau kisah sengsara Yesus Kristus, yang diperingati oleh umat kristiani setiap Jumat Agung. Pontius Pilatus sendiri adalah wakil dari Kaisar Roma yang memerintah wilayah Yudea saat itu.

Puncak dari pengadilan Pilatus adalah adegan cuci tangan di depan khalayak untuk menegaskan dia tidak mau bertanggungjawab terhadap hukuman yang dijatuhkan kepada Yesus. Tapi di luar keputusannya yang kontroversial itu, kita juga harus tetap memberi apresiasi, karena berkat keputusan berat sebelah tersebut, rencana penebusan dosa manusia melalui sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus pun bisa berjalan mulus.

Peristiwa pengadilan Pilatus bisa memberi kita pelajaran hidup yang berharga. Peristiwa ini tetap aktual bahkan ribuan tahun setelahnya.

Mari kita coba menarik benang merah antara pengadilan Pilatus dengan kehidupan modern kita saat ini.

Cuci Tangan

Cuci tangan yang dimaksud di sini adalah simbol dari menyelamatkan diri sendiri. Wah, ini ciri khas manusia modern banget.

Di tengah kehidupan yang bergerak cepat dan dinamis (malah sering kali kita seperti terengah-engah mengejar laju kehidupan) sikap menyelamatkan diri sendiri jadi seperti hal mutlak yang harus dilakukan.

Bagaimana mau memperhatikan orang lain kalau diri sendiri saja belum tentu selamat! Bagaimana mau mikir orang lain kalau masalah diri sendiri saja sudah banyak! Demikian kita biasa membela diri.

Saat terjadi masalah di tempat kerja, misalnya, semua orang akan berlomba-lomba mengamankan diri sendiri. Yang salah mencari celah dan melemparkan kesalahan pada pihak lain, yang merasa benar menyembunyikan diri di balik prosedur dan peraturan-peraturan lainnya.

Padahal sebuah kesalahan biasanya melibatkan lebih dari satu pihak, hanya kadar kesalahannya saja yang berbeda-beda. Tapi karena semua kompak cuci tangan, akar permasalahan tidak ditemukan dengan tuntas dan akhirnya problem solving-nya pun tidak efektif.

Lawan dari cuci tangan ala Pilatus adalah bersedia menerima tanggung jawab. Dalam kehidupan kita, bersedia menerima tanggung jawab berarti harus bersedia pula melakukan pengorbanan (kecil atau besar). Ini yang membuat banyak orang enggan melakukannya. Tapi mari kita membayangkan betapa dunia ini bisa jadi tempat yang lebih baik, jika semua orang bersedia berbagi tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun