Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Membunuh Waktu

29 Maret 2023   19:55 Diperbarui: 29 Maret 2023   20:58 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Biasanya kamu begitu menikmati membunuhku, kan? Ada senyum kemenangan setiap kali kamu mengunggah satu tulisan, dan blog kamu langsung dibanjiri komentar serta pujian. Pun kamu bisa terjaga berjam-jam lamanya saat membaca novel-novel misteri itu. Atau seperti biasa, kamu juga bisa mengangkat telepon dan menghubunginya di seberang benua, lalu bercerita panjang tentang masa lalu dan masa depan," cecar Waktu lagi.

Aku tersenyum.

"Benar...  tapi lihat apa hasilnya? Pada akhirnya kita akan kembali bertemu dan bercakap-cakap seperti ini. Itu semua hanya ilusi. Melakukan semua itu hanya karena ingin menyingkirkanmu, sama seperti seorang musafir yang mengalami fatamorgana di padang gurun. Dia berpikir melihat oasis, ternyata hanya bertemu dengan hamparan pasir lainnya."

Kali ini Waktu terdiam cukup lama. Sepertinya dia pelan-pelan memahami isi kepalaku. Aku melanjutkan,

"Tidak peduli berapa kali aku membunuhmu, kamu selalu hidup dan kembali menertawaiku seperti biasa. Jadi mengapa tidak berkawan saja denganmu? Menikmati setiap menit kehadiranmu di sampingku. Jika aku harus mati karena digerogoti kejenuhan, biarlah seperti itu. Toh, kalau mati karena jenuh aku juga selalu bisa bangkit lagi. Sesekali aku juga ingin tahu bagaimana rasanya mati dan hidup berkali-kali, seperti yang kamu alami selama ini."

Waktu tersenyum. Kali ini senyumnya berbeda, lebih hangat dari biasanya.

"Sepertinya aku sepakat. Mari berkawan saja kalau begitu. Aku juga sudah bosan jadi seterumu terus menerus," ucapnya lalu ikut duduk di sampingku. Pandangan kami sama-sama tertuju ke ufuk barat.

"Lihat," kataku. "Tanpa harus menyingkirkanmu, tahu-tahu matahari senja tinggal sepenggal saja yang tertinggal di atas samudra. Malam sebentar lagi tiba."

"Wah, benar juga," dia pun melingkarkan lengannya di punggungku.

"Tapi kamu jangan lengah, ya," godaku. "Kalau sudah bosan, aku ini tipe teman yang suka main tikam dari belakang, loh!"

Kami pun tertawa berderai-derai di bawah bintang-bintang. Kalau dipikir-pikir lagi, aku dan Waktu ini memang seperti kawan lama yang baru bertemu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun