Mungkin yang terakhir ini tidak perlu ditulis, karena memang sudah seharusnya demikian. Anggota yang sudah jelas-jelas melalaikan pembayaran pinjaman tidak bisa lagi mendapat penambahan pinjaman.
Tapi prinsip ini tetap dituliskan untuk menjadi pengingat. Tetap saja ada celah yang memungkinkan hal tersebut terjadi. Misalnya, anggota bermasalah ini ternyata punya kedekatan dengan salah satu pengurus atau panitia kredit sehingga permohonannya tahu-tahu disetujui dan pinjamannya dicairkan.
Anggota yang melalaikan pembayaran pinjaman berarti sudah tidak mematuhi perjanjian dengan koperasi. Dia sudah mencederai kepercayaan yang diberikan kepadanya. Jadi menambah kredit sebenarnya hanya menambah risiko terjadinya kelalaian pinjaman yang sama.
Demikian beberapa prinsip CBL dalam mengelola pinjaman. CBL adalah instrumen yang tepat dan sesuai dengan model bisnis koperasi. Alih-alih menggunakan pendekatan lain seperti asset-based lending yang lebih menitikberatkan pada collateral atau jaminan pinjaman, CBL lebih kompatibel dengan koperasi yang masih mengedepankan asas kerja sama dan kekeluargaan dalam tata kelolanya.
Beberapa prinsip CBL di atas dapat membantu koperasi untuk menghasilkan keputusan yang tepat saat menganalisis pengajuan-pengajuan pinjaman anggotanya. Tujuan akhir yang selalu ingin dicapai adalah bisnis koperasi berjalan dengan baik dengan risiko yang minim dan anggota terbantu memenuhi kebutuhan keuangannya. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H