Aku melihatmu menyapu keping-keping kenangan, mengumpulkannya, memungutnya satu per satu dari lantai dan menyusunnya hati-hati di atas meja.
Ada wajah-wajah di situ. Sebagian kukenal samar-samar, sebagian kukenal baik, sebagian lagi asing sama sekali. Perlahan-lahan kauseka keping-keping itu, satu per satu.
Aku memperhatikan sampai keping terakhir dan tidak bisa menahan diri untuk bertanya,
"Apakah memang tidak ada wajahku di situ? Atau aku yang melewatkannya?"
Kamu terkejut sebelum menyahut, "Kamu punya tempat spesial untukku."
Telunjukmu mengarah ke salah satu dinding. Di sana tergantung pigura yang membingkai kepingan kenangan yang lain. Ada wajahku di situ.
"Kamu bukan saja masa lalu, tapi masa kini dan masa depanku," kamu berucap lagi sambil tersenyum manis. "Tapi ... bukankah kamu tidak seharusnya berada di sini?"
"Oh, maaf," sahutku. "Aku akan segera pergi."
Aku pun beranjak keluar dari kamar.
Saat menutup pintu dari luar aku tercenung.
Jangan-jangan kamu memang sengaja membuka pintu hatimu, lalu pura-pura tidak menyadari kehadiranku, lalu pura-pura terkejut. Â
Ah, kita lihat saja nanti. Berapa lama kita kuat menyimpan rahasia ini.
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H