Aku tidak mencintai kamu, Mimi. Kamu sudah salah mengartikan perhatian dan kebaikanku selama ini. Aku baik karena aku kasihan denganmu. Tidak banyak orang yang betah berkawan denganmu di sekolah atau di tempat kursus. Kamu itu orangnya telat mikir, kadang-kadang judes, ember bocor, pelupa.Â
Jangankan cowok, teman cewek saja tidak ada yang benar-benar mau jadi sahabatmu. Si Niken, Tesa, Airin, aku tahu mereka selama pura-pura jadi teman kamu saja. Kalau kamu bukan anak pengusaha kaya, mungkin sikap mereka akan berbeda.Â
Sekali lagi aku tidak mencintai kamu. Maaf ya kalau kata-kataku kasar. Aku harus klarifikasi seperti ini karena sudah tiga kali aku dengar kamu bilang ke teman-teman kelasku kalau kita pacaran.
Edo membaca kembali rentetan kata-kata yang sudah diketik di aplikasi perpesanannya. Dia harus membaca sekali lagi dengan hati-hati, untuk memastikan pesannya jelas dan tidak multitafsir sebelum tombol send ditekan. Si Mimi ini kadang harus dijelaskan dengan detail dan gamblang baru benar-benar paham.
Satu kali dibaca dari awal sampai akhir, masih ada kesalahan typografi yang segera diperbaiki. Dua kali dibaca, Edo mulai merasa sepertinya kata-katanya terlalu kasar. Tiga kali dibaca, Edo jadi kepikiran bagaimana ya kalau Mimi jadi sedih dan tidak mau berkawan dengannya lagi?
Sebelum membaca yang ke-empat kali, gawainya berbunyi nyaring. Foto dan nama Mimi terpampang di layar gawainya.
Edo segera menjawab panggilan tersebut.
"Ed, lagi ngapain?"
"Mm... nggak ngapa-ngapain kok. Nonton TV aja."
"Eh, makan di restoran korea yuk, yang all you can eat di tempat biasa. Aku yang bayar deh."
"Siapa-siapa yang diajak, Mi?"
"Kita berdua saja, kok."
Mata Edo berbinar.
"Boleeh. Jam berapa, Mi?"
"Sekarang juga gapapa. Aku sudah mandi, tinggal dandan dikit. Kamu jemput ya, Ed,"
"Siap! Apa sih yang gak buat Mimi tersa..., eh buat Mimi Terasierra," sahut Edo nyaris terselip lidah sehingga menyebutkan nama lengkap Mimi untuk menyembunyikan kegugupannya.
Mimi tertawa kecil di ujung telepon. "Buruan ya," sahutnya lagi.
"Okee...."
Percakapan pun diputuskan. Edo memandang kembali draft pesan yang belum terkirim. Dengan beberapa jentikan jempol, pesan tersebut langsung terhapus bersih.
Dia lalu bangun buru-buru dari sofa, mengambil handuk dari kamar dan bergegas ke kamar mandi. Si Mimi ini setiap hangout dandanannya pasti cetar membahana. Jadi Edo juga harus tampil wangi dan rapi untuk mengimbangi style Mimi tersebut. Kini dia sudah benar-benar lupa pada kekesalannya beberapa menit yang lalu. Â
---Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H