Era digital membuat arus informasi bergerak begitu cepat melewati sekat-sekat geografi. Saat ini kita bisa dengan mudah mengakses informasi dari berbagai belahan dunia dalam hitungan menit bahkan detik, setelah informasi tersebut diunggah.
Dengan demikian begitu sebuah peristiwa ditayangkan di dunia maya, maka informasi tersebut akan menjadi milik siapapun yang terhubung di dalam jaringan. Informasi ini akan diolah sedemikian rupa dan dihubungkan dengan kepentingan organisasi atau siapapun yang memiliki informasi tersebut.
Rekam jejak digital inilah yang membuat otoritas pemerintah Singapura menolak menerima rombongan Ustadz Abdul Somad (UAS) yang hendak melakukan perjalanan ke negeri tersebut pada hari Senin tanggal 16 Mei yang lalu.
Dari website Kementerian Dalam Negeri Singapura diketahui paling tidak ada 3 alasan penolakan tersebut yaitu: Â (1) UAS dianggap menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Singapura yang memiliki keanekaragaman ras dan agama (2) UAS melegitimasi bom bunuh diri sebagai sebuah kesyahidan dalam konteks perang Israel-Palestina dan (3) Menyerang keyakinan agama lain dengan mengatakan jin kafir dalam Salib yang notabene dihormati oleh umat Kristiani. Ketiga alasan ini terkait dengan rekam jejak digital UAS. Â
Negara Kecil yang Kaya Raya
Singapura memiliki wilayah geografis yang sangat terbatas sehingga tidak bisa berharap banyak dari hasil sumber daya alam untuk menghidupi negaranya. Oleh karena itu Singapura menggenjot sektor lain yaitu penguasaan teknologi dan sumber daya manusia sehingga pendapatan utama negara ini berasal dari industri, perdagangan dan jasa keuangan.
Mereka mengimpor bahan mentah (raw material) lalu mengolahnya menjadi barang siap pakai untuk diekspor kembali. Pelabuhan kargo Singapura adalah salah satu pelabuhan tersibuk di dunia.
Perusahaan-perusahaan Singapura juga banyak yang melakukan ekspansi dan mengumpulkan pundi-pundi dari seluruh belahan dunia. Beberapa di antaranya bahkan cukup familiar di telinga kita. Misalnya: BreadTalk Group Limited, DBS Bank, MediaCorp, Temasek Holding dan SingTel.
Dengan produk domestik bruto yang besar, tidak heran Singapura selalu masuk ke dalam 10 besar negara terkaya di dunia. Tahun lalu saja pendapatan per kapitanya mencapai lebih dari Rp837 juta rupiah.
Apa artinya ini?Â
Stabilitas sosial ekonomi di negara singa ini mutlak nilainya. Stabilitas adalah kebutuhan utama pelaku bisnis untuk menggerakkan ekonomi. Oleh karena itu pemerintah Singapura berusaha sedapat mungkin meminimalkan potensi munculnya konflik di tengah-tengah masyarakat.