Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dilema Pelaku UMKM Gara-gara Harga Minyak Goreng

5 April 2022   21:06 Diperbarui: 5 April 2022   21:16 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, di sela-sela sesi makan siang pelatihan yang diselenggarakan untuk aktivis Credit Union kami, saya duduk bersama beberapa ibu dan ngobrol ngalor ngidul tentang situasi terkini. Kebetulan ada salah satu ibu teman ngobrol yang punya bisnis kecil-kecilan, produksi abon ikan tuna.

Singkat cerita, harga minyak yang cukup tinggi saat ini ikut memengaruhi jalannya usaha tersebut. Si ibu dilema karena jika menjual dengan harga sama sebelum harga minyak naik, keuntungannya tidak memadai lagi. Dia juga tidak ingin menurunkan kualitas produksinya karena sudah memiliki sejumlah pembeli setia.

Dia memang lebih sering membuat abon ikan tuna dengan sistem pre-order untuk meminimalkan risiko penjualan, tapi tetap saja harga minyak goreng saat ini membuatnya dilema.

"Ya, dinaikkan saja harganya, Bu. Pembelinya pasti mengerti," saran saya.

"Iya sih, Pak. Hanya kasihan pembelinya," sahut si ibu.

Saya rasa dilema yang sama menimpa banyak pelaku usaha mikro kecil dan menengah di sekitar kita. Di satu sisi dengan mematok harga sama maka laba akan menipis atau malah jadi merugi. Sementara itu di sisi lain, menaikkan harga akan memberatkan pembeli.

Menurut ibu ini, harga abon ikan tunanya yang selama ini dibanderol Rp25.000 per 100 gr sudah tidak memadai lagi. Setelah hitung-hitungan, harga produk mesti dinaikkan paling tidak Rp27.500 per 100 gr baru ada laba sedikit.

Saya pun bertanya siapa-siapa saja pembeli setianya selama ini dan obrolan kami berlanjut sampai ke beberapa kemungkinan skenario strategi harga yang bisa digunakan.

Ada sejumlah pembeli yang tidak terlalu terpengaruh dengan kenaikan harga, karena mereka memang lebih memilih kualitas produk, juga berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas. Untuk segmen pembeli yang ini, harga produk tetap akan dinaikkan. Mereka pun pasti paham alasan kenaikan harga tersebut.

Pembeli lain yang lebih memilih melihat harga sebelum kualitas, pasti akan berpikir beberapa kali sebelum melakukan pembelian lagi jika harga dinaikkan. Sementara itu bahan baku yang digunakan tidak boleh diturunkan kualitasnya. Jadi solusi yang bisa dilakukan adalah menurunkan kuantitas atau volume produk.

Kesimpulan kami demikian. Dengan strategi ini, produk tetap bisa menjangkau setiap segmen pembeli.

Bukan hanya ibu ini yang mengalami dilema seperti ini. Para pelaku usaha yang membutuhkan minyak goreng sebagai bahan baku pasti akan putar otak habis-habisan menyiasati kenaikan harga. Gorengan di sekitar rumah yang sebelumnya masih ada yang dijual seribu rupiah per biji, sekarang paling murah harga 5.000 rupiah 4 biji.

Tapi dengan harga selangit sekalipun, minyak goreng pasti tetap pasti akan dicari karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok dan dibutuhkan untuk membuat aneka penganan yang digemari masyarakat.

Oleh karena itu, walaupun cukup terdampak kenaikan harga, usaha-usaha mikro kecil dan menengah pasti tetap akan survive. Waktu juga telah membuktikan kalau UMKM ini adalah sektor usaha yang cukup tangguh.

Kita bisa berkaca dari krisis keuangan global pada tahun 2008 yang dipicu oleh subprime mortgage di Amerika Serikat. Banyak negara-negara besar yang terhempas perekonomiannya karena krisis global tersebut. Persistensi negara kita terhadap krisis ekonomi ini lebih baik, karena pertumbuhan ekonomi banyak ditopang oleh sektor UMKM.

Ini membuat geliat ekonomi akar rumput tidak bisa dipandang sebelah mata. Jadi saya optimis, sektor UMKM bisa tetap eksis, apalagi di bulan puasa ini kebiasaan berbelanja masyarakat juga meningkat.

Walaupun demikian, pemerintah sebagai regulator tetap harus melakukan intervensi-intervensi yang dibutuhkan untuk menjaga ketersediaan dan kestabilan harga bahan-bahan pokok agar situasi masyarakat tetap kondusif. Semoga UMKM kita semakin jaya. (PG)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun