Kesimpulan kami demikian. Dengan strategi ini, produk tetap bisa menjangkau setiap segmen pembeli.
Bukan hanya ibu ini yang mengalami dilema seperti ini. Para pelaku usaha yang membutuhkan minyak goreng sebagai bahan baku pasti akan putar otak habis-habisan menyiasati kenaikan harga. Gorengan di sekitar rumah yang sebelumnya masih ada yang dijual seribu rupiah per biji, sekarang paling murah harga 5.000 rupiah 4 biji.
Tapi dengan harga selangit sekalipun, minyak goreng pasti tetap pasti akan dicari karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok dan dibutuhkan untuk membuat aneka penganan yang digemari masyarakat.
Oleh karena itu, walaupun cukup terdampak kenaikan harga, usaha-usaha mikro kecil dan menengah pasti tetap akan survive. Waktu juga telah membuktikan kalau UMKM ini adalah sektor usaha yang cukup tangguh.
Kita bisa berkaca dari krisis keuangan global pada tahun 2008 yang dipicu oleh subprime mortgage di Amerika Serikat. Banyak negara-negara besar yang terhempas perekonomiannya karena krisis global tersebut. Persistensi negara kita terhadap krisis ekonomi ini lebih baik, karena pertumbuhan ekonomi banyak ditopang oleh sektor UMKM.
Ini membuat geliat ekonomi akar rumput tidak bisa dipandang sebelah mata. Jadi saya optimis, sektor UMKM bisa tetap eksis, apalagi di bulan puasa ini kebiasaan berbelanja masyarakat juga meningkat.
Walaupun demikian, pemerintah sebagai regulator tetap harus melakukan intervensi-intervensi yang dibutuhkan untuk menjaga ketersediaan dan kestabilan harga bahan-bahan pokok agar situasi masyarakat tetap kondusif. Semoga UMKM kita semakin jaya. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H