Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Menampar Hujan

20 Maret 2022   20:17 Diperbarui: 20 Maret 2022   20:23 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang wanita menampar hujan kembali ke langit.

Setelah itu hujan mengurungkan niat untuk jatuh ke bumi, ke atas sirkuit di mana mata seluruh dunia tertuju.

Tapi hujan tidak merasa malu karena tamparan itu. Dia hanya melengos sebentar lalu menyeret jubah abu-abunya beranjak ke atas bumi yang lain.

Jika hujan bisa move on begitu cepat, justru yang merasa tertampar setelak-telaknya adalah para penonton, manusia-manusia sophisticated. Mereka malu karena merasa mata dunia sedang menatap aneh.

Mereka lalu berlomba-lomba memaki telapak tangan wanita itu, karena menganggapnya ikut menampar peradaban yang lebih modern dan rasional. Padahal mereka baru saja mencari hari baik untuk membuka usaha atau memilih tanggal pernikahan.

Mereka lupa setinggi apapun kepalanya menggapai, telapak kakinya masih berdiri di atas tanah yang dibentuk dari ritual dan budaya.

---

messawa, 20 maret 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun