Seorang wanita menampar hujan kembali ke langit.
Setelah itu hujan mengurungkan niat untuk jatuh ke bumi, ke atas sirkuit di mana mata seluruh dunia tertuju.
Tapi hujan tidak merasa malu karena tamparan itu. Dia hanya melengos sebentar lalu menyeret jubah abu-abunya beranjak ke atas bumi yang lain.
Jika hujan bisa move on begitu cepat, justru yang merasa tertampar setelak-telaknya adalah para penonton, manusia-manusia sophisticated. Mereka malu karena merasa mata dunia sedang menatap aneh.
Mereka lalu berlomba-lomba memaki telapak tangan wanita itu, karena menganggapnya ikut menampar peradaban yang lebih modern dan rasional. Padahal mereka baru saja mencari hari baik untuk membuka usaha atau memilih tanggal pernikahan.
Mereka lupa setinggi apapun kepalanya menggapai, telapak kakinya masih berdiri di atas tanah yang dibentuk dari ritual dan budaya.
---
messawa, 20 maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H