Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Perempuan yang Menambal Masa Lalu

9 Maret 2022   19:55 Diperbarui: 9 Maret 2022   19:57 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang perempuan sedang menambal masa lalu.

Koyak demi koyak dijahitnya dengan hati-hati, seolah seluruh hidupnya bergantung pada jalinan benang dan kain-kain tambalan yang menutupi koyak-koyak itu.

Sesekali dipandanginya lekat-lekat segala jahitan dan kelim yang terbentuk, memastikan tidak ada pekerjaan yang salah atau terlewatkan.

Hari perkawinannya akan tiba tidak sampai satu purnama lagi. Masa lalu yang sedang ditambal akan dianggitnya menjadi sebuah baju pengantin. Tidak mewah memang, tapi dia ingin mengenakan pakaian itu saat hari bahagia tiba agar tamu-tamu memandangnya sebagaimana mestinya.

Sayangnya, pengantin pria ingin memakai jas yang dijahit dari masa kini dan calon ibu mertua ingin mereka menggunakan pakaian pengantin yang dijahit dari masa depan.

Dalam kegamangan, dia mencoba mengingat-ingat raut almarhum ayah dan ibunya yang pergi saat dia masih sangat belia.

Jika mereka masih hidup, setelan pengantin seperti apa ya yang mereka inginkan? tanyanya pada diri sendiri.

Perempuan yang sedang menambal masa lalu tiba-tiba menjerit karena ujung jarum baru saja menggores kulit telunjuknya. Dia pun buru-buru mengambil kapas untuk membersihkan jarinya dari cucuran darah lalu menempelinya dengan plester luka.

Ah, plester luka itu tidak sendiri. Rupanya nyaris seluruh jari-jarinya sudah terluka.

---

kota daeng, 9 maret 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun