Pernahkah anda ditawari instrumen investasi dengan memberi referensi orang-orang tertentu sebagai rujukannya? Bisa jadi tokoh masyarakat setempat, pemuka agama atau orang-orang terkenal yang sudah duluan membeli atau bergabung dengan investasi tersebut.
"Itu loh, bapak A sudah join bersama kami. Bisa dicek,"
"Bapak kepala Desa juga sudah masuk kok. Dia inves 10 juta kemarin."
"Tidak usah ragu, itu artis B ngambil investasi ini juga,"Â
Biasanya demikian rayuan-rayuan kepada calon investor. Cara-cara seperti ini biasanya menyasar orang-orang yang kurang paham dengan hitung-hitungan untung rugi investasi, sehingga menjadikan referensi tersebut sebagai pertimbangan utama.
Apakah cara ini salah?
Sebenarnya salah atau tidak dinilai dari kondisi investasi yang ditawarkan. Sejauh investasi tersebut memang nyata dan legal, tidak salah menjadikan orang-orang tertentu sebagai referensi. Yang salah kalau investasi yang ditawarkan ternyata adalah investasi bodong.
Tidak selamanya orang-orang terkenal atau tokoh masyarakat paham dengan investasi yang mereka ambil. Bisa jadi mereka pun latah, bukan karena memahami dengan baik skema investasi yang mereka beli atau ambil. Kebetulan saja mereka punya nama besar sehingga dicatut oleh pemasar investasi.
Jadi tidak perlu terpengaruh - Ini kiat untuk menyikapi taktik menjadikan orang lain sebagai referensi. Mau investasinya bodong atau beneran, jangan menjadikan referensi orang-orang terkenal sebagai pertimbangan utama. Lebih baik tetap bijak memilih investasi dengan beberapa kiat yang sebenarnya sudah cukup sering dibagikan.
Keamanan Investasi
Wajib hukumnya untuk memastikan legalitas produk investasi atau perusahaan yang menawarkan investasi tersebut. Sebagian besar perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan berada di bawah pengawasan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) seperti asuransi, perbankan, pialang saham dan sebagainya.Â
Jadi sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada perusahaan-perusahan seperti ini, pastikan perusahaan tersebut terdaftar secara resmi di OJK. Â
Kadang-kadang produk investasi juga dikaitkan dengan dunia Multi Level Marketing (MLM). MLM pun punya payung hukum yang jelas. Perusahan yang menjalankan usaha dengan sistem MLM mestinya terdaftar di APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia).Â
Jadi jika ada tawaran investasi seperti ini, cek terlebih dahulu perusahaan MLM-nya, apa sudah terdaftar di dalam APLI atau belum. Jika belum, harus hati-hati menyikapinya.
Untuk tawaran investasi dengan cara menjadi anggota di koperasi tertentu juga harus disikapi hati-hati. Sudah banyak masyarakat yang jadi korban kehilangan uang karena koperasinya salah tata kelola, atau memang koperasinya hanya kedok dari penipuan saja. Paling tidak, cek koperasi tersebut apakah sudah memiliki NIK (Nomor Induk Koperasi) dan terdaftar di listing Kementerian Koperasi dan UMKM atau belum.
Selain itu, untuk investasi berupa jual beli komoditi atau perdagangan berjangka, cek terlebih dahulu perusahaan pialangnya, apakah sudah terdaftar di Bappepti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi) atau belum.
Saat ini untuk mencari informasi-informasi yang dibutuhkan semakin mudah. Hanya perlu googling sebentar dengan kata-kata kunci yang tepat. Singkat kata, pastikan dulu aspek legal dari produk investasi yang ditawarkan sebelum mencari tahu tentang investasi tersebut lebih lanjut.
Pengelolaan Investasi
Berikutnya, pelajari skema investasi yang ditawarkan. Bagaimana produk investasi yang dikelola? Apakah murni produk keuangan, atau ada jasa atau barang yang diperjualbelikan? Atau jangan-jangan hanya skema ponzi dengan kemasan yang baru.
Kemudian cari tahu imbal hasil yang ditawarkan, masih masuk kategori wajar atau tidak. Sering kali masyarakat jatuh pada jebakan investasi bodong karena logikanya tertutup dengan iming-iming keuntungan investasi selangit.
Sebagai contoh, suku bunga acuan Bank Indonesia sekarang berada di angka 3,50% per tahun. Jadi jika ada yang menawarkan investasi pada produk keuangan dengan janji imbal hasil 5%, 8% atau 10% per bulan, harus hati-hati. Cari tahu bagaimana pengelolaan investasinya.
Cari Risiko yang Sesuai
High risk high return. Semakin tinggi peluang keuntungan sebuah investasi, semakin tinggi pula risiko yang menyertainya. Ini nasihat klasik dunia investasi.
Nah, anda tipe investor yang mana? Tipe agresif dalam arti mengejar cuan yang tinggi tapi siap dengan risiko yang tinggi pula, tipe moderat alias sedang-sedang saja, atau tipe konservatif alias tidak apa-apa keuntungan kecil asal risiko juga kecil bahkan tidak ada sama sekali. Carilah risiko yang paling tepat untuk diri sendiri.
Memang biasanya ada instrumen-instrumen yang bisa digunakan untuk menekan risiko seperti misalnya menggunakan analisis stop loss di pasar perdagangan berjangka. Tapi ini mengandaikan anda paham benar dengan cara kerja investasi tersebut.
Makanya sebagian orang berprinsip untuk masuk ke dunia investasi yang tinggi spekulasinya sebaiknya menggunakan dana tersendiri. Dana ini sudah kita relakan lahir batin kalau harus hilang karena kerugian investasi. Jangan sekali-kali menggunakan dana yang sudah dipersiapkan untuk tujuan lain, seperti tabungan pendidikan anak-anak atau dana darurat, agar jika terjadi risiko tujuan keuangan yang lain tidak terganggu.
Kesimpulannya, faktor referensi orang terkenal atau referensi tokoh masyarakat sekitar kita sebaiknya tidak dijadikan faktor utama saat menimbang-nimbang mau ikut berinvestasi atau tidak. Cermati keamanan dan peluang serta risiko instrumen investasi tersebut dengan baik. Jadi referensi hanya sebagai faktor pertimbangan tambahan saja. Jangan dibalik, masuk investasi hanya karena latah, bukan karena paham dengan investasi yang dipilih. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H