Seragam kerja memiliki sejumlah manfaat. Dari sisi karyawan, memakai seragam bisa meningkatkan rasa percaya diri dalam menggeluti karirnya. Seragam menunjukkan karyawan adalah bagian dari komunitas perusahaan tersebut.Â
Karyawan juga dapat menunjukkan aktualisasi dirinya di tengah-tengah masyarakat dengan mengenakan seragam kerja, apalagi jika perusahaan tempatnya bekerja adalah perusahaan yang memiliki nama besar.
Dari sisi perusahaan, selain menambah prestise, seragam juga menguatkan kesan profesional di mata pelanggan dan masyarakat terhadap perusahaan tersebut.
Yang tidak kalah penting, seragam merupakan bagian dari branding perusahaan. Oleh karena itu seragam atau busana kerja biasanya mengusung tema warna yang selaras dengan warna brand perusahaan dan mencantumkan tagline, homepage atau identitas perusahaan lainnya.
Ini membuat perusahaan tidak segan-segan mengeluarkan sejumlah biaya untuk memenuhi kebutuhan seragam karyawannya. Semakin besar jumlah karyawan sebuah perusahaan, semakin besar pula biaya pengadaan seragam yang harus dianggarkan.
Hanya saja seringkali perusahaan melupakan satu hal. Busana kerja hanyalah salah satu aspek dari branding perusahaan. Masih ada sejumlah aspek lain yang harus dipenuhi untuk membangun sebuah brand yang kuat. Budaya kerja dalam perusahaan, misalnya.
Busana kerja yang apik akan akan semakin bernilai jika ditopang oleh budaya kerja yang dihayati dan diamalkan secara konsisten oleh para karyawan.
Budaya kerja ini mengacu pada nilai, serta misi dan visi perusahaan. Jadi misi, visi dan dan nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan akan diterjemahkan ke dalam program kerja dan etos atau budaya kerja yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam perusahaan tersebut, apapun level manajemennya.
Budaya kerja adalah penghayatan terhadap nilai yang lahir dalam tindakan dalam mengelola tugas serta berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan kerja.
Dengan kata lain, seragam kerja memang penting, tapi cara karyawan menghayati budaya kerja dibalik seragam itu tidak kalah pentingnya.Â
Dalam cakupan branding, seragam dan cara kerja ini harus menjadi satu kesatuan agar menegaskan posisi perusahaan di antara para kompetitornya.
Tantangan ini semakin terasa pada perusahaan yang sudah memiliki volume usaha yang besar dan memiliki banyak cabang, sehingga bisa saja dalam satu wilayah perusahaan memiliki dua atau tiga cabang. Â
Apakah pembaca pernah mengalami percakapan seperti ini?
Ibu A: Itu staf-staf CS bank Maju Jaya di cabang Merak kok judes-judes sih? Tidak ramah sama customernya. Udah gitu kalau ngomong irit banget.Â
Ibu B: Masa sih Bu? Saya buka tabungan di bank Maju Jaya cabang Agus Salim, CS-nya ramah-ramah kok. Baik-baik lagi. Saya kalau ada masalah pasti dicarikan solusinya sampai tuntas.Â
Ibu A: Nah, betul, Bu. Saya pernah sekali ke cabang Agus Salim buat laporan ATM yang ditelan mesin. Petugas CS-nya ramah sekali. Beda sama yang di cabang Merak.
Nah, apa yang bisa ditangkap dari percakapan tersebut? Bisa jadi staf CS di salah satu cabang telah mengabaikan penerapan budaya kerja saat melayani nasabah.
Sebuah perusahaan pasti memiliki SOP yang diberlakukan standar di cabang manapun perusahaan tersebut berada. Tapi budaya kerja tidak seperti SOP yang diuraikan secara lugas dan gamblang.Â
Budaya kerja adalah penghayatan terhadap nilai yang lahir dalam tindakan dalam mengelola tugas serta berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan kerja.
Kembali ke ilustrasi Bank Maju Jaya di atas. Ada perbedaan penilaian Ibu A dan Ibu B terhadap Customer Service di cabang yang berbeda.Â
Ini memberi pengaruh terhadap reputasi bank Maju Jaya di tengah-tengah masyarakat. Situasi sebaliknya terjadi jika staf Customer Service di setiap cabang bank Maju Jaya memberikan pelayanan yang sama baiknya.
Nasabah-nasabah yang sudah mengalami kualitas pelayanan yang sama di setiap cabang bank, pasti akan mengingat bank Maju Jaya sebagai bank yang pelayanannya baik, sehingga tidak ragu untuk merekomendasikan bank tersebut.
Ini hanya salah satu contoh. Bukan hanya tentang cara memberikan pelayanan kepada pelanggan, budaya kerja harus dijalankan secara terpadu pada setiap lini manajemen untuk memberikan hasil terbaik kepada perusahaan.
Jika perusahaan menetapkan Peduli Sesama sebagai salah satu nilai perusahaan yang akan diterjemahkan menjadi budaya kerja, misalnya, maka hal ini harus diaplikasikan pada semua level jabatan dan tugas.Â
Misalnya: staf garis depan yang berhadapan langsung dengan pelanggan harus memberi pelayanan dengan mengedepankan empati, atau pimpinan perusahaan harus menerapkan kepemimpinan yang melayani (servant leadership) dalam memecahkan masalah manajemen dan seterusnya.
Pada suatu wawancara, Steve Jobs mengatakan salah satu budaya yang sudah mengakar di lingkungan manajemen Apple adalah kolaboratif.Â
Setiap orang boleh berbeda pendapat atau ide tapi harus tetap saling menghormati dan tetap mampu bekerja sama untuk menjadikan Apple sebagai perusahaan teknologi kelas dunia, sesuai visi misinya. Budaya kerja ini dinilainya mampu menunjang kinerja Apple sehingga cukup menonjol di antara pesaingnya selama ini.
Jadi, budaya kerja yang diamalkan secara konsisten oleh setiap orang dalam perusahaan juga memiliki peran penting dalam mewujudkan tujuan perusahaan tersebut.
Wasana kata, dengan penerapan budaya kerja yang terpadu didukung dengan tampilan visual seperti seragam kerja yang menawan, perusahaan akan mampu menanamkan branding yang kuat di mata dan benak pelanggannya. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H