Setelah menentukan tema besarnya, mulailah saya mengernyitkan kening untuk merangkai kata-kata berikutnya.
Tanpa sadar saya mempersempit ruang imajinasi karena membuat kontruksi berpikir umum-khusus seperti itu. Padahal dengan kontruksi berpikir khusus-umum, kita bisa membuka selebar-lebarnya ruang berpikir untuk menampung inspirasi yang akan dituangkan jadi bait-bait puisi.
Puisi Induktif Tanpa Sengaja
Padahal, secara tidak sengaja saya juga pernah membuat satu atau dua puisi dengan pendekatan induktif. Sayangnya, saat itu saya belum mengikuti webinar ini, jadi belum paham dengan metode yang saya gunakan.
Pada puisi Bocah Penjual Jeruk di SPBU, misalnya. Saat itu ide puisinya muncul saat mengamati seorang gadis kecil, taksiran saya berusia 8 atau 9 tahun, menjajakan dagangannya jeruk manis ke pemotor-pemotor yang akan mengisi BBM di sebuah SPBU.
Saat itu, saya sedang ada keperluan ke luar kantor jadi tidak bisa langsung mengeksekusi idenya. Tapi entah mengapa, idenya tidak keburu hilang, jadi usai jam kantor saya langsung menulisnya dan menunggahnya ke Kompasiana. Tidak disangka, puisi ini menuai cukup banyak pembaca.
Begitu pula dengan puisi Lalat dalam Cangkir Kopi. Puisi ini lahir dari kejadian nyata. Kopi yang sudah diseduh ditinggal sebentar, eh begitu mau diteguk, ada seekor lalat yang terapung di atasnya. Sayang rasanya, karena cangkir kopi yang masih penuh harus dibuang sia-sia karenanya.
Tapi hal itu kemudian memantik ide untuk menulis puisi dan menghubungkannya dengan kejadian tentang kuburan jenazah korban Covid-19 yang saat itu sedang populer beritanya. Puisi ini malah disundul jadi tulisan Headline oleh Admin Kompasiana.
Menulis puisi dengan metode yang baru (induktif) sepertinya menarik untuk mulai dilakoni pada waktu-waktu ke depan ini. Kalaupun selama ini sudah pernah dilakukan, saya akan melakukannya dengan kesadaran yang baru. Jadi sensasinya seperti peristiwa naik kelas.
Terima kasih Komunitas RTC dan Pak Joko Pinurbo untuk ilmunya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H