Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Fenomena Menantang Maut Demi Konten

15 September 2021   20:10 Diperbarui: 19 September 2021   12:00 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi truk yang melintas dengan keceaptan penuh. (sumber gambar: SHUTTERSTOCK/lassedesignen via kompas.com)

Aksi remaja nekat menghadang truk yang berujung kematian kembali terjadi. Kali ini terjadi di Cianjur, Jawa Barat. Seperti diberitakan portal kompas.com, video peristiwa ini viral setelah diunggah akun Siswaji Priatmoko di grup Facebook Komunitas Dashcam Indonesia pada hari Minggu (12/9/2021) lalu.

Ironisnya, ini bukan pertama kali terjadi. Herannya masih selalu saja berulang. Pertanyaannya adalah mengapa terjadi?

Kita bisa mulai menelisik jawabannya dari usia para pelaku yang sebagian besar adalah remaja atau orang muda.

Generasi Y (atau biasa dikenal dengan generasi milenial) dan generasi Z adalah generasi yang sangat familiar dan fasih berselancar di media sosial. Ini salah satu karakter khas kedua generasi.  

Dan dalam media sosial, engagement adalah segalanya. Inilah faktor utama yang membuat pengunggah konten berlomba-lomba mencari perhatian di antara banjirnya konten di lini masa. Tanpa muatan yang menarik perhatian, konten mereka pun pasti akan dilewatkan begitu saja.

Berkaca dari habit warganet kita selama ini, konten berkualitas tidak selamanya sukses mendulang perhatian dan engagement. Justru yang biasanya ramai adalah konten yang aneh, anti mainstream sampai out of mind seperti contohnya perilaku menghadang truk yang sedang melintas tersebut.

Fenomena menantang maut demi konten ini, sebenarnya sudah cukup lama mengusik perhatian. Dulu kita juga dikejutkan oleh swafoto ekstrem sejumlah orang. 

Ya, rata-rata masih berusia belia. Ada yang swafoto di puncak bangunan pencakar langit tanpa alat keselamatan, ada yang swafoto di atas tebing, di atas jembatan, di dekat puluhan banteng ngamuk dan lokasi-lokasi menantang maut lainnya.

Sejumlah portal media mainstream maupun bukan mainstream pernah juga mengangkat kisah-kisah swafoto ekstrem ini. Beritanya bisa kita telusuri dengan mudah di mesin pencari.

Seperti halnya aksi menghadang truk yang sedang melintas, aksi swafoto ekstrem ini risikonya tidak tanggung-tanggung: kematian! Memang ada yang lolos dari incaran maut dan hasil swafotonya berhasil mendulang perhatian. Tapi ada juga yang tidak.  

Seperti peristiwa di Nusa Lembongan, Bali, tahun 2015 lalu, misalnya. Seorang wisatawan asal Singapura tewas setelah jatuh ke laut dari tebing setinggi dua meter, setelah berusaha mengambil foto selfie dari atas tebing.

Ada juga seorang mahasiswi di Spanyol yang nekat ingin mengambil foto selfie dari atas sebuah jembatan. Tapi naas, keseimbangannya terganggu dan dia pun jatuh dengan deras dari ketinggian 4,5 meter dan meninggal dunia. Peristiwa ini dilaporkan New York Daily News tahun 2014 lalu.

Tidak kalah mirisnya, seorang remaja putri di Rumania yang bermaksud mengambil foto selfie di atas gerbong kereta harus meninggal karena tersetrum dan menderita luka bakar 50% akibat menyentuh kabel bertegangan tinggi. Peristiwa ini terjadi tahun 2015 dan ikut diberitakan kompas.com.

Kisah-kisah di atas hanya beberapa contoh saja.

Kalaupun selamat dari incaran maut dan konten mereka berhasil diunggah, berbagai komentar yang sebagian besar bernada miring pasti mampir di sana. Tapi rasanya bukan itu yang dipedulikan para pengunggah konten. Sejauh kontennya viral dan banjir pengunjung, mereka sudah terpuaskan.

Jika mereka hanya membawa diri sendiri dalam masalah, ya sudahlah. Tapi pasti selalu ada pihak lain yang ikut terseret di dalamnya. Seperti pada kasus penghadangan truk berujung maut tersebut, contohnya. 

Tentu supir truk harus ditahan pihak berwenang untuk penyelidikan kasus. Masalah si supir truk akan bertambah, jika kasusnya berujung pidana. Padahal kesalahan bukan sepenuhnya ada pada si supir.

Tanpa ada orang lain yang dilibatkan sekalipun, seperti pada swafoto ekstrem misalnya, para pengunggah konten ini kan juga punya keluarga, sahabat dan orang-orang terdekat. 

Mereka pasti akan merasa kehilangan jika swafoto ekstrem tersebut berujung kematian.

Sebagai sesama warganet, sebenarnya kita bisa ikut berkontribusi meminimalkan munculnya konten seperti ini. Caranya? Ya jangan berikan yang mereka mau. Jika ada konten menantang maut yang lewat di lini masa, skip saja. 

Tidak perlu memberi vote atau komentar. Tidak perlu juga dibagikan walaupun maksud kita baik, untuk memberi peringatan kepada yang lain.

Satu nyawa sangat berharga. Sayang kalau mesti hilang sia-sia, apalagi hanya karena sebuah konten. (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun