Setelah itu dia mengambil bulan purnama dari langit malam dan meletakannya dengan hati-hati di atas wajan. Bundar bulan purnama pas dengan bulatan wajan. Bentuk dan teksturnya pun mirip-mirip dengan telur dadar yang biasa dibuatnya.
Marni tersenyum. Masalah makan malam sudah beres. Sekarang tinggal menunggu purnama di atas wajan itu masak sempurna.
Tapi tahu-tahu suara motor butut Tarno terdengar di luar. Marni sedikit terkejut. Dia mematikan kompor lalu bergegas ke depan rumah.
Tarno cukup letih, jadi tanpa membereskan terlebih dahulu dua karung setengah penuh yang masih tersampir di sadel motornya, dia langsung merebahkan diri di atas balai-balai bambu di beranda.
Ada yang aneh. Biasanya Marni sudah muncul dengan senyum manis di ambang pintu. Ke mana istrinya?
Tarno pun masuk ke dalam rumah.
"Marni?" panggil Tarno pada istrinya sedang tidur di kamar. "Kok, jam segini sudah tiduran?"
Marni bangun dan duduk di sisi ranjang sambil mengucek-ucek matanya.
"Sudah pulang, Bang?"
"Iya."
"Maaf ya, Bang. Uang belanja sudah habis. Aku tidak sempat buat telur dadar, jadi aku buat ..."