Suasana kerja akan sangat menyenangkan jika memiliki pimpinan atau bos yang asyik. Tidak sombong, baik hati, ramah, sabar, mengayomi, enak diajak curhat, pengertian, apalagi suka traktir! Demikian harapan-harapan para bawahan. Tidak salah sih tapi bos juga manusia biasa yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak ada yang bos yang benar-benar sempurna.
Jadi tidak perlu kecewa jika mendapat bos yang tidak sesuai dengan kriteria kita sebagai bawahan.
Lagipula karakter dan budaya kerja setiap organisasi berbeda-beda. Hal ini ikut menentukan karakter bos yang ditempatkan untuk memimpin tim kerja organisasi tersebut.
Manajer minimarket, misalnya, sekalipun mampu mengorganisir pekerjaan dengan baik di tempatnya saat ini, prestasinya belum tentu sama jika pindah profesi menjadi manajer cabang sebuah bank, padahal sama-sama pemimpin di tempatnya.Â
Seorang bos rumah makan yang baik, belum tentu bisa memimpin sebuah pabrik tekstil sama baiknya. Gaya memimpin seorang mandor proyek pasti berbeda dengan kepala sebuah tim riset, dan seterusnya.
Singkat kata, lingkungan kerja akan ikut memberi pengaruh pada gaya kepemimpinan seseorang. Tapi secara umum, ada sejumlah sifat pemimpin yang bisa diterapkan dan dibutuhkan di semua lingkungan kerja. Kemampuan memecahkan masalah, misalnya.
Nah, menurut saya paling tidak ada empat sifat seorang bos yang mampu membuat bawahan merasa betah bekerja di bawah kepemimpinannya.Â
Jika bisa dikelola dengan baik, sifat-sifat ini pun mampu meningkatkan kinerja bawahannya. Mari kita simak
Menjadi Pemimpin yang Melayani
Servant leadership atau kepemimpinan yang melayani menjadi topik yang sering dibicarakan dalam dunia manajemen saat ini.Â
Pemimpin yang baik harus menjadi orang pertama yang memiliki jiwa pelayananan di dalam timnya. Pemimpin harus memahami etika kerja dan berorientasi pada kebutuhan bawahan.Â
Pemimpin yang melayani menggunakan pengaruh dan motivasi untuk menggerakkan bawahannya, alih-alih menggunakan power atau otoritas yang menjadi gaya kepemimpinan tradisional. Kurang lebih demikian pokok ajaran servant leadership.
Lalu bagaimana ciri-ciri bos yang melayani?
Mengacu kepada spiritualitas servant leadership di atas, ciri-ciri bos yang melayani antara lain mampu menjadi teman curhat yang baik, memiliki empati, menggunakan langkah-langkah persuasi untuk menyelesaikan masalah, tidak takut "turun ke lapangan" untuk membantu kerja tim, dan beberapa sifat lainnya. Memiliki bos seperti ini asyik, bukan?
Menjaga Jarak yang Tepat
Memiliki bos yang baik tidak serta merta menghilangkan struktur dalam organisasi. Setiap orang dalam organisasi harus patuh pada struktur tersebut.Â
Bos yang baik menurut saya harus bisa menjaga jarak yang tepat dengan bawahan-bawahannya. Jangan sampai terlalu renggang tapi terlalu dekat juga kurang baik.
Jarak yang terlalu jauh membuat relasi bos dan anak buah menjadi relasi yang kaku dan kurang dinamis. Bos juga jadi kurang memahami masalah di tataran teknis.Â
Tapi jarak yang terlalu dekat juga bisa membawa masalah bawahan jadi kurang menghargai bosnya atau ada kecemburuan jika kedekatan bos tidak sama rata ke semua bawahan. Hal-hal seperti ini bisa berimbas negatif pada kinerja tim.
Dengan jarak yang tepat, radar bos dapat bekerja dengan baik dalam mengamati masalah-masalah yang terjadi. Dengan demikian keputusan penyelesaian masalah yang diambil juga lebih efektif.
Kemudian "menjaga jarak yang tepat" ini bisa saja bersifat fleksibel sesuai kebutuhan. Misalnya suatu waktu, divisi pemasaran sebuah perusahaan distribusi kinerjanya sedang loyo. Bisa saja sang bos memberi lebih banyak waktu dan perhatian kepada orang-orang dalam divisi tersebut sampai kinerjanya baik kembali.
Mengenal Bawahan dengan Baik
Setiap orang itu unik sehingga bos perlu mengenal setiap bawahannya lebih dalam: wawasan, keterampilan bahkan hal-hal yang menyangkut kehidupan pribadi si karyawan, jika dibutuhkan.
Si A misalnya, pintar dalam problem solving, tapi manajemen waktunya kadang berantakan. Jadi jika memberi pekerjaan, si bos harus sering memantau timeline pekerjaan si A.Â
Atau si B orangnya supel dan disenangi semua orang dalam tim. Nah, bos bisa menggunakan B untuk jadi instrumen deteksi dini jika mencurigai ada masalah dalam relasi antar pribadi dalam timnya.
Dalam tim siapa yang jago olahraga, siapa yang jago desain grafis, siapa yang punya lingkungan pergaulan yang luas, siapa yang punya usaha sampingan dan seterusnya.
Pengetahuan seperti ini berguna untuk mengelola sebuah tim menjadi lebih produktif dan dinamis. Bos bisa mengalokasikan pekerjaan yang tepat kepada orang yang tepat jika ada pekerjaan tambahan di luar jobdes biasanya. Bawahan juga lebih merasa dihargai jika bosnya mengenal mereka lebih dekat.
Sebagai contoh, bos saya hafal tanggal ulang tahun hampir semua bawahannya di luar kepala. Jadi biasanya paling duluan mengucapkan selamat ulang tahun, dibanding staf HRD.Â
Dia juga mengetahui banyak hal tentang kehidupan pribadi bawahannya. Apa profesi istri/suami atau orang tua mereka, siapa nama anak-anaknya dan seterusnya. Bahkan tidak segan menjadi teman diskusi jika ada bawahan yang mengalami masalah pribadi. Para karyawan senang dan bekerja dengan baik karena merasa diperhatikan dan dekat dengan bosnya.
Paham Detail Pekerjaan
Pada banyak perusahaan atau organisasi, bos memang tidak dituntut lagi untuk mengerjakan hal-hal teknis karena jobdes mereka lebih kepada hal-hal strategis seperti perencanaan, implementasi, pengelolaan pekerjaan dan memantau kinerja bawahannya.
Tapi tetap saja bos harus memahami apa yang sedang dikerjakan oleh bawahannya. Pekerjaan bagian mana yang krusial, bagaimana menguji laporan-laporannya, bagian mana yang menyita sumber daya dan seterusnya.
Dengan mengerti detail pekerjaan, bos dengan mudah memahami kesulitan yang dihadapi oleh bawahannya saat sedang bekerja.Â
Jadi statistik, laporan dan hal-hal yang dibahas di meja rapat lebih konkrit serta aktual. Keputusan yang diambil pada tingkat decision maker pun lebih implementatif dan membantu mengatasi masalah-masalah di lapangan.
Pendekatannya akan berbeda dengan bos yang hanya paham manajerial tanpa paham bagaimana rincian pekerjaan dikelola. Saat pengambilan keputusan pun biasanya kurang implementatif dan malah menambah kesulitan di lapangan.
Demikianlah 4 sifat bos idaman ala saya. Tentu saja kriteria bos idaman ini bisa berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Memiliki bos idaman atau malah tidak, tetap harus disyukuri dengan menunjukan kinerja terbaik. Kita harus tetap bersyukur mengingat saat ini di luar sana banyak yang kehilangan pekerjaan karena imbas pandemi.
Sekali lagi, bos juga manusia biasa yang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai bawahan kita harus pandai menempatkan diri dan belajar dari bos kita.Â
Siapa tahu suatu saat kita dipercaya berada pada posisi tersebut. Jika waktu itu tiba, kita sudah paham bagaimana menjadi bos yang baik di mata bawahannya. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H