Ini menjadi alasan yang utama karena dengan hanya berbekal gawai dan kartu pengenal, kita sudah bisa mengajukan pinjaman secara online. Berbeda dengan pinjaman offline yang membutuhkan waktu dan  dokumen-dokumen kredit yang kadang tidak mudah dipenuhi.
Apalagi jika berada pada posisi kepepet atau sedang benar-benar butuh dana. Pinjol yang sangat praktis prosesnya bisa menjadi solusi yang pertama terpikirkan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Kurang Paham
Sayangnya, tidak semua hal yang praktis itu sesederhana kelihatannya. Ada yang terlihat praktis, karena menyembunyikan beberapa hal. Apalagi jika kita berbicara kredit yang sebenarnya cukup rumit.Â
Debitur harus memahami bagaimana karakter kredit yang diajukannya: berapa plafonnya, tenor pinjamannya berapa lama, bagaimana perhitungan bunga pinjamannya (efektif, flat atau anuitas) bagaimana sistem pinalti kredit dan seterusnya.
Pada pengajuan pinjaman konvensional seperti di perbankan atau koperasi, hal-hal ini dijelaskan terlebih dahulu oleh petugas dan tertuang dalam dokumen akad kredit sehingga lebih mudah dicermati.
Jika kurang paham hal-hal seperti ini, bisa-bisa calon debitur jadi mangsa empuk pinjol. Mulai dari bunga pinjaman yang tinggi atau biaya provisi yang gila-gilaan, seperti contoh seorang penjual bubur di Makassar yang mengambil kredit di pinjol. Pinjaman yang tertera sebesar Rp700.000 padahal hanya menerima uang Rp448.000 saat pencairan pinjaman ke rekening.
Dari beberapa kasus, juga terlihat belum semua calon debitur memahami bahwa penyedia pinjol tidak semua legal (terdaftar di OJK). Masalah-masalah biasa terjadi pada penyedia pinjol yang ilegal.
Kebutuhan versus Keinginan
Debitur harus paham benar pada konsekuensi dari pinjaman yang diajukannya. Pada dasarnya pinjaman (pada platform pinjaman apapun) mengurangi daya beli kita di masa yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan kita hari ini. Jadi memang sedapat mungkin, kredit digunakan hanya untuk memenuhi kebutuhan, bukan keinginan.
Sayangnya masih ada debitur yang mengambil kredit untuk memenuhi keinginan, atau hal-hal yang sebenarnya tidak urgent sifatnya. Ditambah lagi dengan sifat pinjol yang praktis, klop sudah. Akibatnya kredit ini bukannya membantu, malah menjadi beban di kemudian hari.
Jadi apa pinjol itu buruk dan merugikan? Sekali lagi, jawabannya bisa iya, bisa tidak.
Sangat tergantung dari bagaimana pinjol (atau pinjaman pada platform apapun) digunakan oleh sang debitur. Untuk pinjol sendiri sebaiknya kita meminimalkan risiko terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dengan lebih cermat di awal prosesnya.Â