Hari ini (5/6) KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) mengeluarkan pernyataan melalui akun Instagram resminya (@kpipusat) tentang sinetron Suara Hati Istri: Zahra yang akan dihentikan penayangannya untuk sementara. Rilis ini adalah jawaban dari kontroversi sinetron yang menjadi viral karena dianggap tidak pantas setelah menggunakan aktris di bawah umur untuk memerankan karakter dewasa (istri ke-tiga) dari pernikahan poligami.
Pernyataan lengkap KPI dapat dilihat pada tangkap layar akun resmi Instagram di bawah ini.
Kegaduhan di dunia maya yang berujung pada penghentian penayangan sinetron tersebut, adalah salah satu contoh bagaimana cara warganet bereaksi dan ini bukan yang pertama. Sudah beberapa kali terjadi, kasus-kasus yang terkesan didiamkan oleh pihak berwenang, setelah viral baru ditindaklanjuti.
Sering pula terjadi, seseorang yang melakukan tindakan tidak pantas baru meminta maaf atau melakukan klarifikasi setelah kasusnya viral.
Peristiwa ibu-ibu yang marah karena disuruh putar balik di wilayah Sukabumi, misalnya. Peristiwa yang terjadi bulan lalu ini bisa saja berakhir dingin seandainya tidak viral di dunia maya. Padahal ibu tersebut mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas pada petugas. Buntut-buntutnya, ibu tersebut melakukan klarifikasi dan mohon maaf melalui konferensi pers setelah kediamannya didatangi pihak kepolisian.
Pihak-pihak terkait penayangan sinetron ini seperti production house, stasiun penyiaran, KPI dan pihak lainnya pun mungkin adem ayem saja seandainya sinetron tersebut tidak diviralkan warganet.
Selain isunya ramai dibicarakan, di Kompasiana sendiri hadir beberapa artikel yang mengulas hal tersebut, termasuk artikel yang ditulis Mbak Arako dan naik jadi AU beberapa hari lalu (artikelnya bisa dibaca di sini). Selain itu beredar pula petisi untuk menghentikan penayangan sinetron ini, bukan saja sebatas mengganti pemeran seperti yang sudah terjadi.
Serangan bertubi-tubi di dunia maya ini pun membuahkan hasil. Berdasarkan rilis KPI, sinetron Suara Hati Istri: Zahra ini dihentikan penayangannya. Hanya saja penghentian penayangan sinetron ini bersifat sementara. Artinya setelah dilakukan evaluasi dan pembenahan terhadap konten sinetronnya, bisa saja sinetronnya dilanjutkan kembali.
Melihat respon warganet, termasuk komentar-komentar di bawah unggahan akun @kpipusat, sepertinya banyak yang berharap agar sinetron tersebut dihentikan sama sekali. Tapi tentu saja KPI harus membuat penilaian yang komprehensif sebelum menanggapi aspirasi warganet yang satu ini.
Berkaca dari peristiwa tersebut, suara warganet memang tidak boleh dipandang sebelah mata. Sekali lagi, kesaktian jari jemari warganet dalam membuat viral sebuah isu atau kasus terbukti membuahkan hasil. Walaupun tidak 100% seperti yang diharapkan, setidaknya ada tindak lanjut dari pihak-pihak yang terkait.
Hal ini menjadi fenomena sosial yang baru. Suara warganet menjelma menjadi standar terkini dalam tindak lanjut sebuah isu atau kasus oleh pihak-pihak yang berwenang.
Suara warganet telah menjadi kekuatan baru dalam upaya mencari keadilan. Hanya saja, di sisi lain hal ini dapat menjadi kontraproduktif di tengah tuntutan pemerataan keadilan bagi seluruh segmen masyarakat. Jika harus viral dulu baru sebuah kasus ditidaklanjuti, kasihan pihak-pihak yang dirugikan tapi tidak terjangkau media sosial. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H