Kata "bau", "busuk", "amis", "tengik" memiliki konotasi yang hampir sama, tapi bisa menimbulkan kesan yang berbeda setelah diletakkan pada puisi.
Kemudian, karena puisi memberi ruang selebar-lebarnya pada diksi dan metafora, kita dapat memperkuat rasa dari puisi kita dengan kombinasi keduanya. Sebagai contoh, dibanding menulisÂ
Air mataku jatuh di bulan DesemberÂ
saya memilih menulisÂ
kepada Desember yang baru saja mengunyah air mataku
seperti tertuang pada puisi Desember yang Dingin ini.
Untuk mengembangkan kemampuan memilah-milah kata ini memang dibutuhkan latihan terus menerus. Juga rajin membaca puisi-puisi yang diciptakan orang lain. Saya pun merasa masih harus terus belajar untuk hal yang satu ini.
Nah, demikianlah kiat-kiat mengubah rasa menjadi karya ala saya. Tidak perlu ditakar secara ilmiah, karena saya sendiri bukan pakar di bidang ini. Tulisan ini murni dilandasi niat berbagi pengalaman kepada pembaca sekalian. Semoga bermanfaat (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H