Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dear Bapak Mertua, Apa Kabarmu di Surga?

22 Maret 2021   20:23 Diperbarui: 22 Maret 2021   20:46 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari pixabay.com

Ah, bodohnya saya, Pak. Ya iyalah, kalau sudah di Surga pasti bahagia yang dirasakan. Di sanalah tempat seluruh beban dilepaskan, segala bahagia diparipurnakan dan semua penderitaan dilenyapkan, bukan?

Jadi saya berharap di sana Bapak tidak perlu lagi overthinking lagi, seperti yang biasa terjadi saat Bapak masih bersama-sama dengan kami secara fisik. Biarlah segala urusan yang dulu Bapak tinggalkan mulai dari urusan keluarga besar, adat budaya sampai selisih pendapat warga desa menjadi beban pikiran kami-kami yang masih bergelut di dunia yang fana ini.

Tapi jujur, walaupun sudah nyaris setahun peristiwa kepergianmu, kami semua masih rindu. Bagaimana tidak? Bapak adalah figur teladan dalam banyak hal: kesederhanaan, integritas, kepemimpinan dan pelayanan.

Bapak tidak segan-segan mengambil alih urusan bersih-bersih rumah seperti menyapu dan mengepel jika diperlukan. Padahal di tengah masyarakat, Bapak adalah sosok yang ditokohkan. Segala silang pendapat dan sengkarut masalah-masalah di tingkat desa, mulai dari masalah adat sampai batas-batas tanah segera terselesaikan begitu Bapak sudah angkat bicara dan menyampaikan pandangan.

Jadi bukan putri bungsumu, saya dan cucumu saja yang merasa sangat kehilangan, Pak. Seluruh rumpun keluarga dan masyarakat ikut merasakan duka mendalam begitu mendengar kabar kepulanganmu ke Surga.

Oh ya, ngomong-ngomong soal keluarga besar, Bapak masih ingat tidak saat Bapak mengajak saya keliling desa? Saat itu saya masih muda belia, masih berstatus pacar si bungsu, yang bahkan belum berani bermimpi muluk-muluk akan ujung hubungan kami.

Saat itu saya berkunjung ke rumah, pada salah satu desa di dataran tinggi Toraja yang sejuk dan damai, untuk pertama kalinya. Saya mengikut saja saat Bapak mengajak jalan-jalan kelilling desa. 

Awalnya saya berpikir ini tour biasa, seperti seorang warga lokal yang ingin memperkenalkan kekayaan alam desa kepada tamunya. Pikiran saya rupanya sedikit meleset, karena ternyata tujuan utama diajak keliling desa itu untuk diajak berkenalan dengan sejumlah keluarga baik yang masih terhitung keluarga dekat maupun jauh.

Tentu saja saya merasa kena prank saat itu, terutama setelah mampir di dua atau tiga rumah. Ingin rasanya segera berlari pulang. Tapi demi menjaga kesopanan, ditambah lagi saya juga orang baru jadi kurang paham rute gunung dan lembah yang dilewati, jadi ya hanya bisa pasrah mengikuti sampai tour yang memakan waktu seharian itu tuntas.

Tapi setelah dipikir-pikir secara mendalam lagi, saya jadi paham seperti itulah cara Bapak mendoakan hubungan saya dan si bungsu berlanjut ke jenjang yang lebih serius, dan ... doanya manjur, Pak. Hehe. Bapak memang selalu menunjukkan dengan perbuatan, bukan hanya dengan sekadar kata-kata.

Saat ada hajatan atau kegiatan desa, Bapak juga tidak segan-segan ikut berlelah-lelah, mengangkat kayu, turun ke sawah dan seterusnya, walaupun Bapak adalah tokoh yang dituakan. Padahal bisa saja Bapak cukup memberi instruksi kepada orang muda dan warga lainnya bagaimana pekerjaan dilakukan. Tapi sekali lagi, Bapak memang selalu menunjukkan dengan perbuatan.

Satu lagi yang membuat Bapak selalu istimewa di hati saya. Ternyata Bapak pernah bilang kalau saya-lah menantu kesayangan dari semua menantu lainnya. Wah, serasa melayang mendengarnya, Pak, walaupun saya tidak mendengarnya secara langsung, melainkan dari ibu mertua, itu juga setelah Bapak pergi.

Sekarang Bapak sudah bahagia di sana. Walau sudah berpisah, senyuman bapak tetap tersimpan dalam kenangan. Senyuman itu tidak pernah akan terlupakan karena bukan seperti senyum ala resepsionis, tapi benar-benar senyuman yang mencerahkan dunia dan senyum yang mendalam sekaligus. Mencerahkan karena bapak selalu menganggap setiap hal baik, sekecil apapun itu adalah kegembiraan besar yang patut dirayakan. Dan mendalam karena senyuman bapak itu seperti senyuman seorang Bapak yang baru bertemu anaknya setelah bertahun-tahun terpisah.

Dear Bapak Mertua, mungkin Bapak tidak bisa membaca surat ini secara langsung. Tapi lewat doa kita tetap bisa saling menyapa. Kami mengirim doa dari sini dan kami pun berharap doa-doa dari Bapak di Surga bagi kami yang masih berziarah di dunia ini.

Salam hangat dari kami yang mencintaimu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun