Saat ada hajatan atau kegiatan desa, Bapak juga tidak segan-segan ikut berlelah-lelah, mengangkat kayu, turun ke sawah dan seterusnya, walaupun Bapak adalah tokoh yang dituakan. Padahal bisa saja Bapak cukup memberi instruksi kepada orang muda dan warga lainnya bagaimana pekerjaan dilakukan. Tapi sekali lagi, Bapak memang selalu menunjukkan dengan perbuatan.
Satu lagi yang membuat Bapak selalu istimewa di hati saya. Ternyata Bapak pernah bilang kalau saya-lah menantu kesayangan dari semua menantu lainnya. Wah, serasa melayang mendengarnya, Pak, walaupun saya tidak mendengarnya secara langsung, melainkan dari ibu mertua, itu juga setelah Bapak pergi.
Sekarang Bapak sudah bahagia di sana. Walau sudah berpisah, senyuman bapak tetap tersimpan dalam kenangan. Senyuman itu tidak pernah akan terlupakan karena bukan seperti senyum ala resepsionis, tapi benar-benar senyuman yang mencerahkan dunia dan senyum yang mendalam sekaligus. Mencerahkan karena bapak selalu menganggap setiap hal baik, sekecil apapun itu adalah kegembiraan besar yang patut dirayakan. Dan mendalam karena senyuman bapak itu seperti senyuman seorang Bapak yang baru bertemu anaknya setelah bertahun-tahun terpisah.
Dear Bapak Mertua, mungkin Bapak tidak bisa membaca surat ini secara langsung. Tapi lewat doa kita tetap bisa saling menyapa. Kami mengirim doa dari sini dan kami pun berharap doa-doa dari Bapak di Surga bagi kami yang masih berziarah di dunia ini.
Salam hangat dari kami yang mencintaimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H