Saya mencoba mengingat-ingat kapan ya terakhir menghadiri undangan resepsi perkawinan? Rasanya sudah berbulan-bulan lalu lamanya, sebelum negara api, eh, Covid-19 menyerang. Memang selama masa pandemi ini ada dua atau tiga undangan yang kami terima. Tapi seingat saya, saban hari-H tiba selalu ada saja halangan menghadirinya. Akhirnya jurus "titip amplop" sama teman-teman yang lain jadi jurus pamungkas.
Tidak enak rasanya mengabaikan begitu saja undangan-undangan tersebut. Pada masa pandemi ini undangan atau tamu harus dibatasi oleh si empunya hajatan dan dan nama kami ada pada daftar undangan yang terbatas itu.
Hari ini (7/2) salah satu aktivis Credit Union kami, seorang ibu guru muda yang mengajar di salah satu sekolah swasta, melangsungkan acara pernikahan. Upacara pemberkatan di gereja dan resepsi dibuat terpisah. Resepsi nikahnya dimulai jam 14.00 dan undangannya ditujukan ke kantor, tidak secara spesifik kepada orang per orang. Dengan undangan seperti ini diasumsikan siapa saja yang bisa hadir dipersilahkan datang.
Makanya dua hari yang lalu saya konfirmasi ke calon pengantin.
Ini kuota undangannya untuk berapa orang ya, Vi? tanya saya.
Tak lama kemudian chat balasannya tiba.
Terserah saja, Kak. Tapi jangan datang satu kecamatan juga. Bisa diusir pulang, kurang lebih balasannya seperti itu.
Akhirnya pagi tadi di grup whatsapp manajemen kami koordinasi lagi untuk mengecek siapa-siapa yang bisa menghadiri undangan resepsi. Saya sendiri membulatkan niat untuk hadir, karena memang sudah janji pada si ibu guru jauh hari sebelumnya.
Setelah chit chat dan ngobrol ngalor ngidul di grup, terungkaplah hanya tiga orang (termasuk saya) yang bisa hadir. Sudah saya duga tidak banyak teman-teman yang bisa, berhubung hari Minggu kan hari rebahan sedunia dan acaranya bertepatan dengan jam tidur siang.
Sudah ditulis di paragraf pertama kalau saya mencoba mengingat kapan terakhir kali menghadiri resepsi, karena suasana resepsi kali ini jauh berbeda. Suasana resepsi pada masa normal baru ini memang benar-benar dikonsep untuk meminimalkan risiko transmisi Covid-19. Memang sudah mendengar pengalaman teman-teman sebelumnya, tapi kali ini mengalaminya langsung.
Jadi sekalian saja saya buat artikelnya di sini, siapa tahu bisa jadi referensi bagi pembaca yang juga punya rencana sama, tapi masih bingung dengan konsep resepsinya nanti.
Serba Ekspres
Ya, ini kata kuncinya. Ekspres. Keramaian orang tidak boleh dibiarkan lama-lama, apalagi kalau lokasi acaranya di ruangan tertutup yang full air conditioner, seperti resepsi yang saya hadiri tadi. Peluang penyebaran virus corona bisa jadi lebih tinggi di ruangan tertutup, tapi bisa diminimalkan dengan mempersingkat durasi acara.
Jadi semua acara di protokol yang bisa dipangkas, ya dipangkas. Kata sambutan tidak perlu banyak-banyak, tidak ada seremoni-seremonian seperti biasanya, hiburan untuk tamu-tamu juga minimalis sekali.
Pada resepsi siang tadi, saya perhatikan tidak ada wedding singer yang biasa didaulat pada saat resepsi seperti ini. Yang ada itu pemain musik (keyboard tunggal) dan slot waktu untuk lagu diberikan kepada kerabat atau teman-teman yang berbakat menyanyi. Itu pun dilakukan bersamaan dengan sesi foto.
Biasanya, saat acara resepsi berlangsung, waktu untuk bersantap bersama alias makan-makan juga cukup menyita durasi. Nah, untuk memangkas waktu ini, makanan untuk para tamu itu dibuat take away, dikemas dalam bentuk makanan box dan diberikan kepada para tamu sebelum meninggalkan tempat resepsi. Kemungkinan konsep ini juga yang membuat acaranya dimulai jam 14.00, di antara waktu makan siang dan malam. Â
Makanya tadi sambil makan sore di rumah saya berpikir, apa tidak salah ya kalau acara seperti ini masih disebut resepsi? Makanannya kan dibawa pulang, bukan makan di tempat. Tamu-tamu hanya duduk sebentar, menyimak kata-kata sambutan, terus bergilir salam namaste sama kedua pengantin dan orang tua, tukar kupon makanan, lalu pulang deh. Yang masih punya kepentingan untuk sesi foto silakan tinggal sebentar, yang tidak berkepentingan boleh meninggalkan lokasi dengan damai.
Tapi ah sudahlah. Fillet ikan goreng-nya enak sekali, sayang kalau kenikmatan makan sore jadi terganggu dengan mikir hal tidak penting seperti itu.
Dengan konsep acara resepsi seperti ini, praktis acaranya jadi jauh lebih singkat. Kalau acara resepsi pada masa normal bisa makan waktu dua jam atau lebih, sekarang hanya sejam sudah kelar. Itu pun sudah termasuk ngobrol sama teman semeja dan menunggu giliran salaman.
Protokol Kesehatan tetap DijagaÂ
Karena menghadirkan tamu-tamu, mau tidak mau akan terjadi kerumunan orang dalam jumlah besar. Jadi penyelenggara acara mesti berhitung dengan bijak agar kapasitas ruang resepsi tidak terisi penuh. Kalau bisa dijaga hanya maksimal 50% dari kapasitas ruangan.
Contohnya pada acara resepsi hari ini. Memang sejauh pengamatan meja bundar terlihat memenuhi ruangan resepsi. Tapi satu meja bundar yang biasanya bisa menampung 10 kursi, tadi hanya diisi paling banyak 8 kursi. Itu pun banyak banyak kursi-kursi yang tidak diduduki. Sebagian besar meja bundar hanya dihuni dua atau tiga orang saja. Jadi protokol kesehatan dari segi kapasitas tempat untuk jaga jarak bisa dikatakan sudah dijalankan dengan baik.
Kemudian sudah menjadi prosedur standar prokes, semua tamu-tamu wajib menggunakan masker dan sebelum masuk ke dalam gedung diminta untuk mencuci tangan dengan hand sanitizer dan mengecek suhu tubuh terlebih dahulu. Protokol ini juga sudah tertera pada undangan resepsi.
Kesimpulannya, saat menghelat acara resepsi atau acara apapun pada masa normal baru ini, penyelenggara acara harus bijaksana. Sedapat mungkin meminimalkan keramaian yang akan terjadi dengan membatasi peserta/tamu atau ada opsi lain, menyiarkan acara secara real time melalui media virtual. Kalau pun harus menghadirkan para undangan secara fisik, jangan lalai menjaga protokol kesehatan. Durasi acara pun diupayakan sedemikian rupa agar berjalan singkat sehingga potensi penyebaran virus corona dapat diminimalkan.
Semoga bermanfaat. Salam sehat selalu. (PG)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI