Aku pun memberanikan diri bertanya,
"Lagi nunggu siapa, Mbak?" dengan suara dikeraskan untuk menyaingi riuhnya hujan, tapi dengan intonasi yang dibuat seramah mungkin.
Gadis itu memandangku dari kaki sampai kepala. "Lah, Mas sendiri nunggu siapa?" sahutnya datar. Duh, ini bukan intonasi jawaban yang aku harapkan.
"Gak nunggu siapa-siapa, kok. Numpang berteduh saja," jawabku.
"Iya, sama kalau gitu," sambarnya lalu kembali asyik dengan gawainya. Ada semacam pesan tegas: jangan ganggu aku, dari gesturnya.
Aku menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Maksudnya sama itu bagaimana ya? Sama-sama gak nunggu siapa-siapa atau sama-sama numpang berteduh, tapi kan ...
"Mbak, maaf..."
 "Ada apa lagi?!" tanyanya ketus dan menatapku dengan pandangan tidak senang,
"Kan, Mbaknya pakai mobil ..."
Dia berpaling memandang mobilnya sejenak, lalu matanya mendadak membulat seperti bola pingpong. Bibirnya juga membulat karena kaget. Dia lalu buru-buru mengantongi gawainya, lalu secepat kilat berjalan ke arah mobil dan membuka pintu mobilnya.
Aku pun tersenyum geli. Sepertinya kebiasaannya waktu masih pakai motor terbawa-bawa. Saat hujan turun dan tidak membawa mantel hujan, harus numpang berteduh dulu biar tidak basah kuyup.