Tapi ternyata tidak semua isi link yang diembel-embeli kata-kata persuasi tersebut sesuai dengan caption-nya. Link yang diberikan mengarahkan warganet ke blog atau video yang sama sekali berbeda. Jadi ceritanya para pemburu link itu kena prank oleh para pemburu view. Â
Saya sendiri kemarin heran melihat tautan-tautan yang mengarah ke laman Youtube. Apa iya ada yang berani taruh video dewasa yang lagi viral tersebut di kanal Youtube?
Gara-gara penasaran saya pun menelusuri lebih jauh dua atau tiga link. Memang isinya video yang lain, bahkan genre pun beda jauh. Ada video review game, malah ada video bertema urban farming. Jadinya senyum-senyum sendiri sambil berpikir, lihai juga ya jurus-jurus para pemburu view ini untuk meraup pengunjung sebanyak-banyaknya. Numpang di tagar video dewasa yang lagi viral pun dilakoni juga.
Pageview adalah segalanya
Tingkah polah warganet ya memang sudah seperti itu. Pageview adalah segalanya.
Belum lama ini juga ramai diperbincangkan oleh warganet tentang salah satu cuitan Donald Trump beberapa hari lalu yang malah di-reply dengan iklan jualan makanan salah satu warganet tanah air.
Sudah pasti kicauan tersebut akan mendapat view dan engagement yang tinggi, karena kicauan Trump yang sedang berkompetisi dengan Biden selalu dipantau jutaan mata di seluruh dunia.
Selain itu pemburu link yang kena prank walaupun marah atau kecewa, mereka juga sudah maklum karena memahami benar berburu video adegan dewasa yang mestinya menjadi ruang privat seseorang bukanlah hal yang bisa dibenarkan. Â
Tapi di sisi lain, secara etis tindakan menyebar link palsu tersebut juga tidak benar, karena menggiring warganet lain mendatangi konten kita melalui informasi yang keliru. Berbeda dengan contoh reply jualan di twit Donald Trump yang memang sudah gamblang kontennya.
Bahkan ada risiko yang mungkin tidak terpikirkan para pemburu view, khususnya Youtuber. Misalnya banyak warganet yang karena link palsu tersebut nyasar ke kanal Youtube yang salah.
Mereka mau bikin perhitungan dengan si empunya kanal Youtube dengan ramai-ramai memberi jempol terbalik (dislike) pada video tersebut. Bisa runyam jadinya kan? Jangan pandang enteng jempol warganet yang marah dan sange sekaligus ya.
Lah, artikelnya kok jadi seperti mewakili curahan hati para pemburu link yang kena prank ya? Tidak, para pembaca sekalian. Artikel ini murni refleksi receh di akhir pekan, tidak mewakili curahan hati pihak manapun.