Siang ini aku mendapat paket dari pengirim yang tak dikenal. Isinya sebuah senyum yang dirias apik dengan pita biru metalik.
Senyuman itu ...
Senyum yang hangat tapi dingin sekaligus, senyum yang tulus tapi licik sekaligus, senyum yang teduh tapi liar sekaligus. Entah di mana, samar-samar aku mengenal senyum itu, seperti gema dari masa lalu.
Jawabannya muncul sesampai di rumah saat aku mencoba memajang lukisan senyum itu di salah satu pigura ruang keluarga.
"Lah, ini kan senyum mantan pacar kamu," ucap istriku berang.
Aku menepuk jidat membenarkan, dan langsung menurunkan lukisan itu sesegera mungkin.
"Kamu masih suka ya sama dia?" tanyanya lagi masih dengan nada tinggi.
"Tidak-lah, Sayang. Aku malah sudah lupa sama sekali. Dia sudah lama mati, bukan? Baiklah nanti lukisannya aku kasih salah satu teman bisnis. Atau ... dibakar saja sekalian," sahutku sembari memeluknya penuh cinta.
Aku mencari-cari kepingan memori yang berceceran. Ya, kopi tubruk dan sianida. Ini penyebab kematian pemilik senyum misterius itu. Sebuah "kejahatan kecil" yang syukurlah, belum terkuak sampai hari ini.
Tapi mengapa setelah bertahun-tahun kemudian senyum itu kembali hadir?