Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hati-hati Meletakkan Kata "Sayang"

14 Agustus 2020   20:33 Diperbarui: 14 Agustus 2020   20:31 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari pixabay.com

Sepengetahuan saya, dahulu kala kata "sayang" ini adalah kata yang sakral. Tidak sembarangan, karena memang hanya diucapkan oleh seseorang untuk orang lain yang sama-sama memiliki ikatan emosional. Misalnya suami pada istri dan sebaliknya, di antara sepasang kekasih, antara orang tua dan anak dan sebagainya.

Sekarang ini kata "sayang" penggunaannya semakin luas, sehingga semakin sering terdengar. Panggilan ini acap dilakukan di antara teman-teman sekantor, selingkungan, sepermainan atau sekomunitas. Bahkan di pasar pun biasa digunakan penjual untuk menyapa pembelinya.

Seiring penggunaanya yang semakin luas, ucapan sayang pun mengalami "perubahan bentuk". Jadi "cayang", "say", "cai", "babe" dan lain-lain. Akhirnya kata sayang ini seperti terdegradasi nilainya.

Hanya saja walaupun sudah semakin sering terdengar dan terucap, kita tetap harus hati-hati menggunakannya. Jika diucapkan secara lisan di antara sesama teman sepergaulan, yang sudah biasa saling sapa satu sama lain mungkin tidak ada masalah.

Tapi hati-hati menggunakannya di dalam perpesanan yang meninggalkan jejak digital, seperti SMS, chat, email dan lain-lain. Jangan sampai jejak digital tersebut dibaca oleh orang yang benar-benar pemilik panggilan sayang tersebut, seperti misalnya suami atau pacar teman yang bersangkutan. Berbahaya!

Bisa jadi sapaan sayang dari kita itu memicu konflik pada orang yang dipanggil sayang tersebut dengan orang kesayangan yang sebenarnya.

Di sisi lain, jika kita mendapat panggilan sayang dari orang lain jangan cepat berbesar hati dulu. Karena klepon yang jatuh ke lantai pun dipanggil sayang.

Bisa jadi orang yang bersangkutan hendak mengakrabkan diri dengan kita, bisa jadi juga dia punya tujuan terselubung dan ingin membuat kita jadi terlena dengan panggilan sayang tersebut.

Nah, beberapa hari ini kita dikejutkan dengan kabar mengenai penganugerahan tanda jasa Bintang Mahaputera Nararya kepada Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Tanda jasa ini diberikan kepada mereka yang dianggap memiliki jasa terhadap bangsa dan negara.

Penghargaan ini menjadi tidak biasa, mengingat sepak terjang duo politikus yang kerap mengkritik segala kebijakan pemerintahan Jokowi. Kasak kusuk pun terjadi di dunia nyata dan dunia maya. Ada yang menganggap penghargaan ini sebagai jurus untuk "membungkam" keduanya, tapi pemerintah mengatakan pemberian tanda jasa ini sudah melewati pertimbangan yang matang dari tim yang berwenang.

Pemberian tanda jasa ini mirip-mirip dengan panggilan sayang di atas. Apakah sapaan sayang ini tulus diucapkan oleh seseorang kepada orang lain yang benar-benar disayanginya? atau hanya sekedar sapaan sayang biasa? atau jangan-jangan ada udang di balik bakwan dari sapaan sayang tersebut?

Mana yang benar, kita tidak akan benar-benar tahu.

Hanya saja dari foto-foto yang beredar di dunia maya, saya lihat keduanya welcome saja tuh dengan "panggilan sayang" tadi. Malah menurut saya mirip sepasang remaja yang baru saja merasakan cinta, malu-malu tapi mau.

Tapi lepas dari semua polemik tersebut, pada masa-masa yang penuh ketidakpastian ini, sudah selayaknya kita belajar menumbuhkan perasaan sayang yang besar terhadap orang lain. Ini bisa membantu kita berpikiran terbuka dan berkepala dingin untuk menyikapi semua masalah yang bisa terjadi dalam hidup kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun