Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Saat Harga Balas Dendam kepada Penimbun Masker

27 April 2020   20:57 Diperbarui: 28 April 2020   17:13 13403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pepatah mengatakan balas dendam lebih kejam daripada perbuatan. Kebenaran pepatah tersebut relatif. Tapi sepertinya saat ini pepatah tersebut sedang menimpa orang-orang yang terlanjur menimbun masker dalam jumlah besar. 

Di linimasa tadi saya melihat beberapa status yang menarik tentang kerugian para penimbun masker yang sampai hari ini ternyata masih punya banyak stok. Saat menimbun stok harganya masih murah atau sudah merangkak naik dan ingin menjualnya dengan harga selangit.

Ternyata tren harga masker selangit tidak bertahan lama, paling hanya sebulan lebih sedikit. Mulai pertengahan April kemarin harga sudah bergerak normal kembali.

Saat ini harga masker termasuk hand sanitizer sudah normal kembali. Di toko-toko daring, per dos masker sudah dihargai 40 ribu-70 ribuan saja seperti harga normalnya. Di minimarket, masker yang dijual eceren juga sudah mudah ditemukan kembali, berbeda dengan keadaan saat masker sedang langka-langkanya.

Ya mungkin penimbun awal-awal berhasil menangguk untung besar. Saat Covid-19 baru merebak dan masyarakat mau tidak mau membeli masker dengan maksud untuk membentengi diri, sejumlah pedagang dan spekulan malah memanfaatkannya dengan mematok harga selangit.

Masker yang harga normalnya paling mahal 50 ribu per dos, saat harga gila-gilaan bisa sampai 400 bahkan 500 ribu per dos. Bayangkan keuntungan yang mereka peroleh dalam waktu singkat. Karena saat itu masker juga jadi barang langka, disinyalir masih ada yang terus membeli dalam jumlah besar dan ingin memanfaatkan momentum.

Tapi saat ini mimpi para spekulan menangguk untung besar dari margin harga masker selangit terpaksa harus dikubur dalam-dalam. Bukannya untung, malah rugi besar karena harga berbalik dengan drastis. Beberapa cuitan di twitter mengatakan ada yang malah sampai rugi miliaran rupiah. Luar biasa!

Ada hal yang sepertinya luput dari perhitungan para spekulan ini. Masker seperti halnya juga hand sanitizer adalah barang yang bisa disubstitusi. 

Selain itu, pergerakan harga ini juga imbas dari mekanisme pasar. Jika barang yang ingin dibeli langka dan mahal, orang akan cenderung mencari barang penggganti yang lebih mudah diperoleh dan murah, walaupun kualitasnya lebih di bawah.

Tidak bisa membeli masker standar, ya beli masker kain. Bahkan bisa dibuat sendiri di rumah. Walaupun perlindungannya tidak seperti masker standar, sudah lumayan untuk membantu membentengi diri.

Untuk pihak nakes, pemerintah pun juga sudah mengantisipasi dengan menggenjot produksi masker secara massal.

Begitu pula dengan hand sanitizer saat mengalami kelangkaan. Ternyata bisa dibuat sendiri, cukup membeli bahan baku dan meraciknya sendiri.

Ini yang kurang diperhitungkan para penimbun masker, sehingga saat harga mulai bergerak turun mereka pun kelimpungan. Akhirnya ada yang membuat promo macam-macam biar stok segera laku. Kalaupun rugi, ya tidak rugi-rugi amat.

Mungkin seperti inilah karma berlaku. Mereka yang ingin mendapat untung banyak di tengah penderitaan orang lain, kini berbalik kesusahan kerugian besar sudah mengancam di depan mata. Mudah-mudahan bisa jadi pelajaran berharga untuk kita sekalian. (PG)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun