Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Ke Tangan Sang Semesta

10 April 2020   11:22 Diperbarui: 10 April 2020   11:46 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetes demi tetes
melukis tanah golgota
merah semerah kirmizi.

Kita mengatupkan kedua telapak tangan, tapi tidak pernah menemukan kedamaian. Kita memejamkan mata, tapi tidak pernah menemukan keheningan. Kita menundukkan kepala di atas tanah, tapi tidak pernah bisa mengalahkan egosentris kita. Kita adalah makhluk superior yang tersesat dalam labirin kepalanya sendiri, mencoba mencari jalan keluar untuk kemudian menemukan langkah telah terlalu jauh menyimpang.

Napas penghabisan
jatuh dari siluet salib
ditelan senja yang penuh derita.

Menggema di gendang telinga peradaban, tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih sahabat yang relakan nyawanya. "Aku belum bisa mengasihimu dan aku belum jadi sahabatmu, kita berkata kepada Sang Semesta" dan Dia pun menyahut, "Aku mengasihimu seperti ibu bumi yang mengasihi samudera, seperti samudera yang mengasihi pantai, seperti pantai yang mengasihi butiran-butiran pasir dan seperti butiran pasir yang mengasihi ibu bumi."

Dari langit
gelap jatuh seperti hujan.
Tapi malam paling kelam sekalipun
akan takluk pada matahari pagi.

Kita adalah butiran-butiran pasir di pantai yang merindukan samudera raya. Kita telah menyeberangi angkasa, menjelajahi bumi, menaklukkan tebing tertinggi dan lembah terdalam serta mengisi ceruk-ceruknya dengan teknologi dan peradaban yang kita ciptakan.
Tapi jauh ... jauh di dalam lubuk hati terdalam, selalu ada ruang kontemplasi yang teduh dan rindu pada kefitrahan kita sendiri.    

Segala penderitaan dosa telah pergi
tinggal uluran tangan menanti jawab.
Maukah kamu kembali kepadanya
ke tangan Sang Semesta?

---

kota daeng, Jumat Agung 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun