Aneh. Cermin seharusnya memantulkan rupa orang yang mematut diri di depannya. Cermin besar di atas meja rias ini sebaliknya.
Saat memandang ke dalam cermin, yang terlihat hanyalah tempat tidur besar, lemari buku jati yang penuh sesak, gulungan permadani kusam yang mungkin sudah berabad tak digelar dan lantai kayu yang sama tuanya.
Tidak ada wajahku, atau ekspresi kebingunganku di dalam situ.
"Anda pasti sudah mati, Tuan."
Suara itu mengejutkanku. Seorang wanita muda, mengenakan pakaian bernuansa victoria berdiri di depan pintu kamar lalu mendekat ke arahku.
"Permisi,..." sahutku.
"Cermin itu hanya menampilkan wajah mereka yang masih hidup, Tuan. Jika tak menemukan wajah anda di dalam cermin ya, berarti ...," wanita itu mengangkat bahunya untuk menyatakan ketegasan dan kecuekannya sekaligus.
"Berarti aku sudah mati? Nona ..."
"...panggil saja aku Esmeralda, aku pengurus rumah. Tidak usah bingung, Tuan. Saat jiwa anda terpisah dari raga anda, anda mungkin sedang berada di salah satu simpul kosmis yang sifatnya seperti portal antar ruang dan waktu, sehingga jiwa anda tiba-tiba terlempar ke rumah ini. Aku sudah sangat sering bertemu ... jiwa-jiwa tersesat seperti anda."
Aku justru semakin bingung.
"Jadi aku benar-benar sudah mati? Apa penyebabnya?"