Rano, seorang anak berusia 7 tahun terkejut, karena saat membongkar tumpukan mainan di gudang, dia menjatuhkan sebuah mangkuk keramik. Yang bikin terkejut, dari dalam pecahan keramik di lantai sekonyong-konyong muncul asap tebal yang langsung memenuhi seluruh gudang.
Rano terbatuk-batuk karena asap itu memenuhi pernapasannya. Tapi ada suara batuk lain di dalam kepungan asap. Suara batuk itu begitu berat dan dalam.
Begitu asap menipis, Rano kembali terkejut karena di hadapannya berdiri sosok lelaki tinggi besar dengan kulit berwarna sawo matang cenderung hangus. Untung sosok itu tersenyum hangat, sehingga Rano bisa sedikit mengenyahkan rasa takutnya.
"Siapa kamu?" tanyanya.
Sosok tinggi besar tertawa terbahak-bahak, "Ah, kukira kamu langsung bisa mengenaliku, Nak. Namaku Super Jin," ucapnya. "Aku bisa mengabulkan apapun yang kamu minta!" timpalnya lagi.
Mata Rano berbinar-binar. "Benarkah?"
Super Jin mengangguk sambil memainkan alisnya yang tebal.
"Kalau begitu aku minta pesawat yang besaaaar, di dalamnya ada taman bermain, kolam renang sama pabrik permen coklat ..."
Mata Super Jin membulat. "Gak bisa, Nak. Itu sulit sekali," ucapnya.
"Lah, tadi katanya apapun yang saya minta," sahut Rano dengan nada kecewa.
"Ganti dengan permintaan yang lain."
Rano berpikir sejenak. Dia lalu mendapat ide, dan menyuruh Super Jin menunggu sejenak. Rano lalu berlari ke luar gudang, ke arah kamar kerja ayahnya.
Di dalam, ayahnya sedang menatap kertas kerjanya sambil berpikir keras. Ayah Rano adalah salah satu panitia pembangunan gereja. Saat ini mereka sedang menghadapi masalah besar. Pembangunan gereja dipaksa berhenti karena ada demonstrasi dari segelintir orang yang tidak senang dengan pembangunan gereja tersebut. Padahal mereka telah memiliki IMB, itu pun setelah pengurusan bertahun-tahun lamanya.
"Ayah... ayah!" seru Rano.
"Hmm, iya. Ada apa?" Ayah mengalihkan perhatiannya sejenak.
"Ayah, ada Super Jin yang bisa mengabulkan permintaan saya. Tapi, saya bingung mau minta apa, Ayah."
"Hmm, minta apa ya?" Ayah berpikir Rano sedang bermain-main dengan imajinasinya, seperti biasa terjadi. "Bilang saja sama Super Jin kamu minta gereja kita dilanjutkan lagi pembangunannya."
Rano mencoba menalar perkataan ayahnya barusan.
"Mengerti?" tanya Ayah. Rano mengangguk. Lalu berlari kembali keluar dari kamar kerja ayahnya. Ayah hanya menggeleng kecil.
Super Jin yang menunggu di gudang menguap lebar. Pintu gudang terbuka kembali, dan Rano masuk dengan napas sedikit terengah-engah.
"Lama sekali, Nak. Nah, ayo sekarang kamu minta apa? Jangan sulit-sulit yah..."
"Tidak, kok, Super Jin. Saya minta gereja saya dilanjutkan kembali pembangunannya. Bisa kan, bisa kan?"
Mata super jin membulat lagi. Dia lalu mengembuskan napas panjang.
"...tadi itu kamu minta pesawat besar. Pesawatnya mau warna putih atau abu-abu?"
Sekarang giliran Rano yang melongo.
---Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H