Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hati Kemarau

19 Januari 2020   16:16 Diperbarui: 19 Januari 2020   16:17 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awan mendung menutupi langit dan petir bersahutan, pertanda musim penghujan telah tiba. Tapi mengapa hatiku kemarau? Tanah di sana tak bernyawa. Kering, retak dan merana. Pohon-pohon di sana tempat kita berteduh seperti biasa, kini sekarat dan setiap helai nyawanya berjatuhan.

Aku dahaga setengah mati. Kemarau telah merampas hampir setiap molekul air dari dalam tubuhku. Minuman dalam lemari pendingin telah tandas kuminum, pun bergalon-galon air mineral telah mengaliri kerongkongannku, tapi aku masih tetap dahaga.

Dimana-mana banjir melanda, lalu korban banjir berjatuhan satu per satu. Tapi mengapa hatiku kemarau?

Bukan. Bukan karena perubahan iklim, juga bukan karena undangan pernikahan merah jambu yang kamu kirimkan kepadaku.

Setelah melewati malam-malam yang sepi, aku tahu kini jawabannya.

Karena pada foto yang menghias undanganmu kamu nampak begitu bahagia bersanding dengan laki-laki itu. Seharusnya bahagia seperti itu bisa membantuku melawan perubahan iklim. Tapi sayang, bukan aku lelaki di foto itu.

Aku pun mencoba membuat hujan buatan, walaupun hasilnya nanti langit hanya mampu mencurahkan segelas air, aku tetap mencoba. Aku pun mengambil gawai dan membalas pesanmu yang telah berhari-hari kuabaikan.

"Aku akan datang, Ra. Ini bukan tentang aku lagi, atau tentang laki-laki itu. Ini tentang kamu. Kamu harus bahagia, siapapun pilihanmu."

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun